Apabila Perdagangan Bebas Dunia Diberlakukan Di Indonesia Akibatnya Adalah.
REGULASI Bentrok DUMPING SEBAGAI UPAYA
Preservasi TERHADAP Pabrik DALAM NEGERI
Maka dari itu: Muhammad Sood,SH.,MH
Fakultas Hukum Unram
ABSTRACT
Dumping is an activity that is conducted by exporter or producer who sell product or commodity in another country (importer country) at less that its normal value of like product both in import state and export state, so that it makes loss or disadvantage on the import state. In international trade the dumping is unfairness activity because it will cause the domestic product defeated to compete with the import product, so that it can deadly the market of domestic product in import state, and at least happened unemployment and bankruptcy of domestic industry that produce of like product.
To overcome the dumping kebobrokan, each the import country that lost by the dumping product can provide the countervailing duties as additional tariff or it called antidumping admission charge, as explained in Article IV section (2) GATT that, “each state can apply the sanction of countervailing duties if there are evidence that export country sell the product et less than normal value so that it can lose the import country”. The admission charge of antidumping that is burdened on the import product is the maximum charge as much as the total of resmi value minus export value, such as regulated in Article 12 (1) and Article 19 Acts Number 10 Year 1995.
To follow up the regulation of antidumping, the government creates a committee of antidumping (Indonesian Anti Dumping Committee) to analyze on the import products that indicate as dumping products. The other role of committee is to help the domestic industry on the accusation of dumping from another country.
Keywords
:
dumping, antidumping, legal value, exporter, importer, admission charges, antidumping committee
I. PENDAHULUAN
Perdagangan internasional yakni salah satu bagian dari kegiatan ekonomi ataupun kegiatan jual beli nan akhir-akhir ini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perhatian dunia operasi terhadap kegiatan kulak internasional pun semakin meningkat, hal ini terlihat dari semakin berkembangnya arus sirkulasi dagangan, jasa, modal dan personel antar negara. Kegiatan kulak internasional dapat terjadi melintasi relasi perbelanjaan, investasi, penggalasan jasa, lisensi dan waralaba (license and franchise), hak atas perbendaharaan cendekiawan, dan alih teknologi. Hal ini tentunya mengasihkan pengaruh terhadap kegiatan ekonomi lainnya, seperti perbankan, asuransi, perpajakan dan sebagainya. Bakal kondusif terlaksananya kegiatan bisnis antar negara diperlukan suatu instrumen hukum dalam tulangtulangan peraturan-kanun, baik nasional maupun internasional seperti mana hukum perdagangan internasional (international trade law).
Masuknya Indonesia sebagai anggota perbisnisan manjapada melintasi ratifikasi terhadap Undang-Undang No.7 Masa 1984 tentang Pelegalan
Agreement on Establishing The World Trade Organization/WTO(Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) mengirimkan konsekuensi baik eksternal maupun internal. Konsekuensi eksternal, Indonesia harus memetuhi seluruh hasil kepakatan dalam forum WTO, sementara konsekuensi kerumahtanggaan Indonesia harus berbuat penyelarasan statuta perundang-undangan nasional sesuai dengan hasil kesepa-katan WTO. Keikutsertaan Indonesia dalam perdagangan netral mendorong industri privat daerah buat bersaing, baik di kerumahtanggaan area seorang maupun di pasar ekspor. Hal ini merupakan kelainan besar kerjakan Indonesia karena kemampuan dagangan Indonesia dari segi kualitas maupun kuantitas masih ruai (Muhammad Sood, 2005: 7).
Salah satu permasalahan nan dialami oleh Indonesia dalam perdagangan internasional adalah praktik dumping (penjualan barang impor di bawah harga normal produk domestik). Peristiwa ini terjadi karena membanjinya produk-barang impor dengan harga penjualan jauh makin murah berpangkal harga barang dalam wilayah, sehingga akan mengakibatkan barang sepertalian kalah berlomba yang lega risikonya akan mematikan pasar barang sejenis dalam wilayah, dan selanjutnya akan muncul dampak ikutannya seperti pemutusan sangkut-paut kerja, terjadinya pengangguran serta bangkrutnya industri barang sebangsa dalam kewedanan.
Bakal mengatasi permasalahan ini diperlukan upaya perlindungan terhadap industri privat negeri melewati penerapan ketentuan inkompatibel dumping, baik secara Internasional alias nasional. Penerapan predestinasi inkompatibel dumping dalam tata hukum Indonesia sangat esensial, karena Indonesia merupakan salah satu negara yang lewat strategis bagaikan
market
bakal produk impor, peristiwa ini menjadi keseleo satu penyebab banyaknya produk impor yang beredar di Indonesia yang penjualannya dengan kaidah dumping. Oleh karena itu dalam perdagangan jagat rat praktek dumping merupakan praktek komersial yang tidak
fair, karena buat negara pengimpor kegiatan tersebut boleh menimbulkan kemalangan terhadap pabrik dalam provinsi nan memproduksi barang sejenis.
Bertitik tolak dari uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa perma-salahan sebagai yakni: bagaimana yuridiksi anti dumping dalam perdagangan internasional, bagaimana perlindungan hukum terhadap pabrik dalam negeri berpokok produk-produk impor yang berindikasi dumping, Bagaimana kebijaksanaan Pemerintah kerjakan mengantisipasi praktik dumping dan tuduhan dumping.
II. PEMBAHASAN
-
A.
Supremsi Inkompatibel Dumping Internal Perdagangan Internasional-
1.
Landasan Hukum Antidumping Kerumahtanggaan Pengelolaan Hukum Indonesia
-
1.
Buat dapat melaksanakan tindakan antidumping, Indonesia telah memiliki perangkat hukum anti dumping, baik substansial ordinansi peraturan peundang-undangan ataupun Komite Antidumping. Bilang peraturan yang menata mengenai anti dumping boleh dilihat pada bagan berikut ini:
-
2.
Pengertian Dumping dan Anti Dumping
Istilah
Dumping
merupakan istilah yang dipergunakan dalam perdagangan internasional adalah praktik jual beli yang dilakukan oleh eksporter dengan menjual komodity di pasar Dunia semesta dengan harga kurang dari nilai yang wajar alias lebih minus dari harga barang tersebut di negerinya sendiri, alias dari harga jual kepada negara enggak pada galibnya. Praktik ini dinilai tidak independen karena dapat negatif kodian dan mudarat produsen pesaing di negara pengimpor (AF. Erawati dan JS. Badudu, 1996:37). Sedangkan yang dimaksud dengan ”Anti dumping” yakni sanksi pertarungan yang berwujud bea masuk pelengkap yang dikenakan atas suatu produk yang dijual di bawah harga protokoler berusul dagangan yang sebanding di negara pengekspor maupun pengimpor.
Menurut Black,s Law Dictionary, pengertian dumping merupakan:
“The act of selling in quantity at very low price or practicall
y regardless of the price; also, selling goods abroad at less than the market price at home”
(Henry Campbell, 1998: 347).
Dari definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa pengertian dumping, sering diekspresikan sebagai perbuatan curang karena penjualan produk-produk lakukan ekspor puas harga yang lebih rendah dari nilai normal.
Seterusnya dalam Uruguay Round mengasihkan pengertian dumping yang baru, seumpama penyempurnaan privat Artikel VI GATT 1994 yang dituangkan n domestik Artikel 2, tentang “Persetujuan tentang Pelaksanaan Pasal VI GATT 1994” umpama berikut:
“ For purposes of this agreement, a product is to be considered as being dumped, i.e. introduced into the commerce of another country at less that its normal value, if the export price of the product exported from one country to another is less then the comparable price, in the ordinary course of trade, for the like product when destined for consumption in the exporting country”.
Adapun satu barang/barang nan masuk secara dumping disebut ”barang dumping”, peristiwa ini diatur privat Pasal 1 ayat (1) PP.34 Tahun 1994 mengenai Bea Masuk Anti Dumping dan Bea Turut Imbalan, bahwa barang dumping adalah dagangan yang diimpor dengan tingkat Harga Ekspor yang lebih kurang berpokok Skor Normalnya di negara pengekspor.
Beralaskan denotasi di atas maka bisa dikatakan bahwa
Dumping
merupakan satu kegiatan yang dilakukan makanya produsen atau eksporter yang melaksanakan penjualan barang/komoditi di luar negeri alias negara lain (Negara pengimpor) dengan harga yang lebih rendah dari harga lumrah barang sepersaudaraan baik di dalam daerah pengekspor (eksporter) atau di negara pengimpor (importer), sehingga mengakibatkan kerugian bagi negara importir.
-
3.
Kriteria dan Jenis Dumping
Menurut Pasal VI GATT 1994 bahwa kriterian dumping boleh dirinci sebagai berikut:
- Penentuan Dumping (the Determination of Dumping).
Penentuan dumping yang diatur dalam Bab I menyatakan bahwa, suatu produk dianggap sebagai dumping apabila dalam bursa antar negara, dagangan tersebut dijual di bawah nilai formal yaitu (Sukarmi, 2002: 27):
1) Harga berusul produk serupa (like product) di pasar dalam negeri negara peng-ekspor. N domestik keadaan ini harga pembanding (comparable price) harus dilakukan bersendikan perhitungan
ex factory price
(harga di luar pabrik) pecah penjualan dalam negeri dengan rekapitulasi
ex factory price
berasal penjualan ekspor.
2) Kapan tidak ada harga dalam negeri pengimpor yang dapat dibanding-kan di negara pengekspor, maka harga normal adalah
ex factory price
yang berpokok dari perhitungan harga produk sejenis di negara tersebut nan diekspor ke negara ke tiga.
3) Ongkos produksi di negara asal di tambah biaya administrasi, biaya pemasaran, dan keuntungan normal yaitu dengan menggunakan definisi nomor 1 a, namun bilaman penjualan kerumahtanggaan area di negara pengekspor sangat mungil (jarang) alias harga intern negeri tidak relevan, misalnya produk tersebut di jual oleh perusahaan negara di negara yang menganut non market economy bisa menggunakan definisi 1 b atau 1
- Menimbulkan Kegeruhan (injury) di dalam Negeri Negara Pengimpor
Penentuan Kerugian dalam Pasal VI GATT 1994 didasarkan puas bukti-bukti positif dan mengikutsertakan pengujian objektif adapun (H.A.S. Natabaya, 1996: 24)
1) Tagihan produk impor harga dumping dan dampaknya terhadap harga-harga pasar dalam kewedanan untuk komoditas sejenis dan
2) Dampak impor itu terhadap pembentuk privat provinsi yang menghasilkan produk sejenis.
- Adanya hubungan kausal (causal link).
Kombinasi kausal antara praktik dumping nan dilakukan dengan akibat kerugian (injury) nan terjadi. Adanya praktik duping internal Impor harus dibuktikan seumpama penyebab terjadingan kegeruhan. Hubungan sebab akibat antara impor dumping dengan ketakberuntungan industri dalam negeri negara pengimpor harus didasarkan plong pengujian semua bukti adanya indikasi dumping.
Pengujian dampak produk impor dengan harga dumping plong industri kerumahtanggaan kewedanan negara importir akan mencakup penilaian terhadap semua faktor ekonomi seperti: penghamburan penjualan potensial dan aktual, laba, out put, pangsa pasar daya produksi, pengembangan investasi maupun pemakaian produktivitas; faktor-faktor yang mempengaruhi harga dalam negeri; besarnya selisih dumping; pengaruh negatif puas
cash flow
potensial dan aktual persediaan fungsionaris, upah, pertumbuhan, kemampuan meningkatkan modal ataupun investas.
Bersendikan pengertian di atas maka dumping dapat diketegorikan menjadi tiga kriteria/elemen ibarat berikut:
- Produk dari satu negara yang diperdagangkan oleh negara lain dijual dengan harga nan lebih terbatas harga halal (less than normal value)atau disebut dengan “less than fair value” (LTFV).
- Akibat dari diskriminasi harga tersebut yang menimbulkan kerugian material terhadap industri telah menggermang atau menjadi halangan terhadap cara pabrik dalam wilayah.
- Adanya hubungan kausal antara penjual barang impor nan LTFV dgn ketakberuntungan yang diderita oleh negara importir (Hub. 1 & 2).
Menurut Kindleberger dalam H.A.S. Natabaya, apabila dilihat dari segi dampak cak bagi pemakai dan industri dalam negeri importer, ada dua variasi dumping yakni (H.A.S. Natabaya, 1996: 9) :
- Dumping yang bersifat perampokan (predatory dumping) yaitu apabila perusahan melakukan diskriminasi dan menguntungkan pembeli untuk darurat hari dengan pamrih cak bagi menyejukkan oponen, setelah saingan tersingkir maka harga dinaikkan sekali lagi. Rancangan dumping ini merugikan produk industri dalam negeri negara pengimpor.
-
Persistent dumping
adalah damping yang terjadi secara terus menerus. Bentuk dumping ini pada dasarnya namun akan menguntungkan pemakai negara importer, karena persaingan tersebut saja terjadi antara sesama produk impor. -
4.
Penentuan Bea Timbrung Bertentangan Dumping
Bikin menentukan bea masuk anti dumping diatur intern Pasal 19 (1) UU Kepabeanan No.10 Tahun 1995 nan menyatakan bahwa Bea Masuk Antidumping yang dikenakan terhadap barang impor yaitu sebanyak-banyaknya sebesar selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari produk tersebut. Bea Masuk Antidumping tersebut yaitu tambahan bermula Bea Turut yang dipungut berdasarkan Pasal 12 ayat (1), adalah bea pelengkap berpokok tariff impor (bea masuk) berdasarkan tarif setinggi-tingginya 40 % (catur puluh persen) dari nilai duane.
Bersendikan ketentuan di atas bahwa BMAD adalah bea masuk yang dijatuhkan terhadap dagangan-produk yang diekspor secara
dumping
dan
countervailing
duties
atau bea masuk untuk dagangan-komoditas nan terbukti telah diekspor dengan harga yang lebih rendah berasal harga normal (less than fair value /
LTFV. Nilai normal dalam kelebihan harga lakukan dagangan yang sama dengan barang yang dijual di negara sendiri atau di pasar pengekspor.
Selanjutnya yang dimaksud dengan angka baku sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) PP No. 34 tentang Bea Masuk Bentrok Dumping dan Bea Masuk Imbalan adalah harga yang sebenarnya dibayar maupun akan dibayar untuk komoditas sebangsa n domestik perdagangan plong umumnya di Pasar Domestik negara pengekspor kerjakan tujuan konsumsi.
Kerjakan menghitung harga norma (normal value) berbagai negara menganut bermacam-macam kaidah. Namum penafsiran yang umum dalam ketentuan Pasal VI GATT , memperalat mandu perkiraan harga halal berdasarkan “biaya produksi (cost of production) ditambah keuntungan (profit) dan dibagi dgn seluruh jumlah produksi (jumlah of production).
Biaya produksi sekurang-kurang terdiri terbit:
- Biaya yang dikeluarkan untuk bahan baku,
- Biaya fabrikasi termasuk upah buruh dan,
- Segala biaya nan dikeluarkan utk melaksanaan penjualan (General Sales Administration /
GSA).
Negara yang dirugikan dengan adanya dumping boleh menyarungkan bea pelengkap/bea masuk anti dumping plong barang-barang yang terkena dumping sebesar ”margin dumping”. Contoh margin dumping: misalnya satu negara peng-impor mengenakan harga LTFV sebesar 100 dolar untuk tiap-tiap produk arloji, dan harga seremonial intern persaingan pasar berasal produk arloji tsb adalah 120 dolar per biji kemaluan, maka “margin of dumping” adalah 20 dolar. Dengan adanya kelebihan harga 20 dolar berusul harga LTFV, maka negara nan dirugikan cuma diperkenankan untuk menggunakan inkompatibel dumping sebesar harga tersebut (20 rupiah).
-
B.
Perlindungan Hukum Terhadap Industri Dalam Negeri berpunca Praktik Dumping.-
1.
Penegakan Hukum Terhadap Produk Impor yang berindikasi Dumping
-
1.
Untuk mencagar Produk internal provinsi terhadap Produk dumping, Pemerintah melalui Deparemen Perundustrian dan Bursa, serta Uang lelah Anti Dumping Indonesia (KADI) telah melakukan beberapa upaya penegakan hukum baik secara pencegahan alias represif.
- Upaya Pencegahan: adalah adalah upaya pencegahan terhadap pelanggaran penjual dagangan atau dagangan impor di internal negeri sehingga merugikan pabrik domestik yang memproduksi komoditas sejenis. Upaya pencegahan tersebut boleh dilakukan melalui beberapa cara antara lain:
1) Mengerjakan pemasyarakatan, pendidikan dan traning kepada para pelaku ekonomi (ekporter dan importer) tentang ordinansi dan garis haluan ekspor-impor, baik tersapu dengan upaya peningkatan kualitas komoditas pabrik dalam negeri ataupun dalam mengantisipasi terhadap produk impor yang berindikasi menimbulkan kemalangan terhadap dagangan industri domestik, sehingga diharapkan produk industri dalam wilayah akan mampu adu cepat di pasar adil, baik domestik maupun internasional.
2) Mengamalkan pembinaan terhadap para aparatur puas lembaga-bagan yang terkait dengan penyelesaian masalah ekspor impor dan dumping.
3) Melakukan pengakajian terhadap mekanisme perizinan impor barang yang berindikasi menimpulkan kerugian terhadap industri sepersaudaraan di kerumahtanggaan negeri.
- Upaya Represif: yakni pengenaan sanksi balasan konkret pengenaan bea masuk tambahan yang disebut dgn “bea turut anti dumping (BMAD)” sebagaimana dinyatakan internal Pasal IV ayat (2) GATT bahwa ”Negara dapat menjatuhkan sanksi balasan apabila negara pengekspor terbukti mengamalkan penjualan produk dibawah harga normal (dumping) sehingga mudarat negara importir”.
Untuk menindak lanjuti garis hidup GATT tersebut, selanjutnya Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Kepabeanan No.10 Masa 1995. Dalam Pasal 18 dinyatakan bahwa Bea Ikut Antidumping dikenakan terhadap produk impor intern hal:
- harga ekspor berasal barang tersebut kian rendah berpunca biji normalnya, dan
- impor barang tersebut:
- menyebabkan kesialan terhadap industri dalam area yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut;
- mengancam terjadinya kemalangan terhadap pabrik dalam negeri yang memproduksi produk sepertalian dengan barang tersebut; atau
- menghalangi pengembangan industri produk sejenis di dalam negeri.
Bea Masuk Antidumping yang dikenakan terhadap barang impor tersebut yaitu bea setinggi-tingginya sebesar selisih antara angka lazim dengan harga ekspor dari barang tersebutsebagaimana yang dimaksud internal Pasal 12 (1) dan pasal 19 UU Kepabeanan No. 10 Tahun 1995 di atas.
-
C.
Kebijakan Indonesia dalam menghadapi praktik dumping dan sangkaan dumping.
Indonesia sebagai riuk satu negara nan comar turut serta n domestik kegiatan perdagangan internasional seringkali menerima sangkaan sebagai pelaku dumping dari negara pengimpor produk Indonesia. Selain itu Indonesia sekali lagi dapat berada pada pihak yang mengerjakan dakwaan dumping terhadap produk impor untuk memberikan perlindungan terhadap pabrik dalam kawasan dari praktik dumping. Pengunci-akhir ini banyak komoditas impor dari negera tertentu yang timbrung ke Indonesia dan dijual dengan harga yang lain wajar. Jika hal itu berlangsung terus menerus boleh merugikan atau mengganggu perkembangan industri internal provinsi. Perabot syariat yang ada yang dijadikan pedoman n domestik melakukan gugatan dan pembelan terhadap praktik dumping serta pengenaan bea masuk masih berupa Kanun Pemerintah yaitu PP No. 34 Perian 1996 yang merupakan ordinansi pelaksanaan pecah UU No. 10 Hari 1995 adapun Kepabeanan yang selanjutnya diubah dengan UU No. 17 Tahun 2006.
Dalam mengantisipasi praktik dumping, kanun perundang invitasi kewarganegaraan yang dipersiapkan nan mengacu kepada ketentuan GATT-WTO hendaknya berupa undang-undang. Harus disadari bahwa kesanggupan radas hukum nasional privat mengantisiasi masalah dumping memang masih lemah, baik bagaikan radas guna melakukan perlindungan produk kerumahtanggaan provinsi pecah praktik dumping makanya negara lain, maupun andai perangkat hukum guna mengahdapi tuduhan dumping di asing daerah.
Kelemahan dari organ hukum antidumping dapat dilihat dalam PP. 34 Masa 1995, tercalit dengan signifikasi harga seremonial. Keseleo satu anasir terjadinya praktik dumping apabila harga yang ditawarkan di pasar negara pengimpor bertambah rendah takdirnya dibandingkan dengan harga normal (norma value) di dalam negeri pengimpor. Dalam PP. 34 Tahun 1996, Pasal 1 butiran 3, nan dimaksud dengan harga norma adalah harga nan sepatutnya ada dibayar ataupun akan dibayar untuk komoditas sejenis dalam perdagangan pada umumnya di pasar domestik negara pengekspor untuk harapan konsumsi.
Menurut Sukarmi (Sukarmi, 2002: 18), dalam pasal ini enggak dijelaskan lebih lanjut bagaimana kalau harga normal lain didapatkan karena mana tahu ada produsen dalam negeri yang menghkususkan barang yang sejenis tersebut hanya boleh menunaikan janji pasar asing negeri atau cak bagi konsumsi ekspor, apakah ada penetapan pedoman harga yang tak yang dapat dijadikan andai penganti harga protokoler.[1]
Selanjutnya n domestik Pasal 1 butiran 11 dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kerugian merupakan sebagai berikut:
- Kecelakaan pabrik dalam distrik yang memproduksi barang sejenis:
- Gertakan terjadinya kecelakaan pabrik internal negeri yang produksi dagangan sebangsa
- Terhalangnya pengembangan industri internal distrik.
Tak adanya penjelasan lebih lanjur tentang ketiga hal ini dalam pelaksanaannya bisa menimbulkan penafsiran yang berbeda-cedera privat dunia kampanye, Di antaranya sebagai gambar kerugian nan dimaksud, kapankah impor barang sekaum dianggap sebagai suatu gertakan bikin industri domestik nan berakibat terhalangnya ekspansi industri tempatan dan peristiwa lainnya.
Sehubungan dengan tak adanya kejelasan tentang signifikasi ”harga protokoler’ dan ”kerugian” dalam PP. No.34 masa 1996, menurut Paul B. Stephan dalam Sukarmi, diperlukan kejelian internal penerapan dan penafsiran ketentuan antidumping dalam GATT-WTO ke privat ordinansi nasional. Dengan adannya Undang-Undang Antagonistis-dumping, pemerintah dapat mencekit tindakan terhadap barang-barang impor yang dijual lebih murah dari negara asalnya, atau negara ketiga atau bertambah murah dari perkiraan ongkos produksi dan trasportasi di tambah keuntungan normal yang merugikan pembentuk intern negeri. (Sukarmi, 2002: 19).
Bagaikan akibat semenjak masih lemahnya perlengkapan hukum tentang antidumping begitu juga dijelaskan di atas, menimbulkan kesulitan baik terhadap upaya proteksi syariat bagi produk ekspor Indonesia dari aduan dumping di luar negeri, ataupun terhadap upaya perlindungan hukum bagi produk lokal berpokok praktik dumping di intern daerah.
-
1.
Upaya Mengantisipasi Praktik Dumping
Dengan dikeluarkannya PP No. 34 tahun 1996 akan halnya bea masuk antidumping dan bea masuk sagu hati dan di bentuknya KADI, pemerintah Indonesia dapat mengenakan bea masuk bentrok dumping kepada barang-barang impor nan terbukti di pasarkasn dengan harga dumping. Sejumlah pokok perasaan nan terkandung dalam PP No. 34 Hari 1996 umpama berikut.
Beralaskan pasal 2 PP No. 34 tahun 1996 tersebut, dengan adanya pengaduan terbit produsen dalam wilayah barang-barang impor cak bagi selanjutnya KADI akan mengamalkan pengkajian makin lanjur. Bersendikan eksplorasi nan dilakukan serta bukti yang di ejekan, KADI memberikan keputusan menolak atau menerima dan memulai penyelidikan. Selanjutynya plong pasal 9 PP No. 34 Periode 1996 menekankan pendalaman terhadap satu barang yang diduga barang dumping yangyang di lakukan KADI dapat melakukan nila suka-suka atau minus petisi berpunca perakit dalam area.
Cak bagi industri domestik pengaturan ketentuan antagonistis dumping sebagai halnya segala nan telah diuraikan di atas sangatlah penting. Dengan demikian, penggarap internal area boleh menempuh prosedur-prosedur nan telah di nyatakan oleh PP No. 34 tahun 1996 apabila mereka merasa terancam maupun menderita kerugian akibat berpunca impor barang dengan harga dumping.
Beralaskan kebijaksanaandan tersebut di atas, maka untuk melakukan tuduhan dumping harus betul-betul mempunyai bukti yang abadi dan telah memenuhi syarat-syarat yang telah di tentukan oleh WTO. Untuk dapat kenakan bea turut anti dumping menetapi syarat yaitu: adanya harga produk nan sama di jual lebih murah di radiks harga lokal negara asal produk, harga itu menyebabkan kerugian, dan adanya
causal link
antara harga dumping dengan ketakberuntungan yang ketimbul.
-
2.
Upaya Indonesia Menghadapi Sangkaan Dumping
Aduan dumping terhadap produk ekspor Indonesia di luar negeri telah terjadi sejak tahun 1980 terutama terhadap produk manufactur andai komoditi baru n domestik kegiatan ekspor. Tuduhan tersebut telah berlantas sejak tahun hingga saat ini, terutama berasal negara-negara antara lain, Australia, Amerika dan Masyarakat Ekonomi Erope (MEE), sehingga peristiwa ini ialah salah satu ancaman untuk produk Indonesia buat berlomba di pasar dunia semesta.
Perusahaan tempatan Indonesia yang terkena fitnahan dumping akan mengaku akibat yang tekun, miskipun pengaduan tersebut tidak benar karena karena bukan didukung oleh bukti. Andai akibat berpangkal tuduhan tersebut perusahaan Indonesia akan mengaku risiko menderita ketakberuntungan yang layak besar karena diharuskan mengupah pajak (bea antidumping) yang dibebankan kepada produk ekspor Indonesia sesuai dengan margin dumping yang ditentukan maka dari itu negara pengimpor.
Salah suatu kasus fitnahan dumping terhadap Indonesia Indonesia adalah tuduhan praktek dumping lega dagangan kertas yang diekspor ke Korea Selatan tahun 2002. Kasus ini bermula ketika industri plano Korea Selatan mengajukan aplikasi anti-dumping terhadap komoditas plano Indonesia kepada
Korean Trade Commission (KTC)
lega 30 September 2002. Adapun barang kertas Indonesia yang dikenai tuduhan dumping mencakup 16 keberagaman barang, tergolong kerumahtanggaan keramaian
uncoated paper and paper board used for writing, printing, or other graphic purpose serta carbon paper, self copy paper and other copying atau transfer paper.
Dalam kasus dumping kertas yang dituduhkan oleh Korea Selatan terhadap Indonesia pada perusahaan eksportir produk plano diantaranya PT. Indah Taktik Pulp and Paper Tbk, PT. Pindo Deli Bubur kertas and Mills, dan PT. Industri Kertas Tjiwi Kimia Tbk, serta April Pine Paper Trading Pte. Ltd. Dalam kasus ini Indonesia berakibat memenangkan sengketa anti-dumping ini. Indonesia telah menggunakan haknya dan kemanfaatan berbunga mekanisme dan pendirian-prinsip multilateralisme sistem perdagangan WTO terutama prinsip transparansi.
Bakal menanggapi tuduhan tersebut, Indonesia mengapalkan kasusnya ke
Dispute Settlement Mechanism
(DSM). Indonesia mengajukan keberatan atas pemberlakuan kebijakan antidumping Korea Selatan ke DSM privat kasus Antagonistis-Dumping
Duties on Imports of Certain Paper from Indonesia. Saat itu Indonesia permulaan bisa jadi memperoleh kelebihan penyelesaian sengketa berpunca DSM laksana pihak penggugat terdahulu (main complainant) yang merasa dirugikan atas penerapan kanun perdagangan yang diterapkan oleh negara anggota WTO lain.
Selanjutnya pada terlepas 4 Juni 2004, Indonesia mengangkut Korea Kidul bikin berbuat wawanrembuk penuntasan sengketa atas pengenaan tindakan anti-dumping Korea Daksina terhadap impor dagangan kertas dasar Indonesia. Hasil interviu tersebut bukan membuahkan hasil nan memuaskan kedua belah pihak. Indonesia kemudian mengajukan petisi ke
Dispute Settlement Board
(DSB) WTO sepatutnya Korea Daksina merabut tindakan berlawanan-dumpingnya yang melanggar kewajibannya di WTO dan menyalahi beberapa pasal dalam kadar anti-dumping.
Puas terlepas 28 Oktober 2005, DSB – WTO menyorongkan Panel Report ke seluruh anggota dan menyatakan bahwa tindakan bertentangan-dumping Korea Selatan tidak konsisten dan telah menyalahi qada dan qadar Persepakatan Anti-Dumping. Kedua belah pihak yang bercekcok pada akhirnya mencapai kesepakatan bahwa Korea harus mengimplementasikan rekomendasi DSB dan menentukan jadwal hari bagi pelaksanaan rekomendasi DSB tersebut (reasonable period of time/RPT). Namun tinggal disayangkan hingga saat ini Korea Daksina belum juga mematuhi keputusan DSB, kendatipun telah dinyatakan salah menerapkan bea masuk anti-dumping (BMAD) terhadap produk daluang dari Indonesia, karena belum juga mencabut pengenaan bea masuk berlawanan-dumping tersebut. DSB WTO telah menyatakan Korea Selatan melakukan kesalahan prosedur dalam penyelidikan antidumping daluang Indonesia pada 2003. Buat itu DSB meminta Korea Selatan segera menjalankan keputusan ini.
Indonesia berhasil memenangkan sengketa inkompatibel-dumping dengan Korea Selatan dan telah menggunakan haknya dan kemanfaatan dari mekanisme dan kaidah-prinsip multilateralisme sistem perdagangan WTO terutama prinsip transparansi. Oleh karena itu, investigasi antidumping juga harus dihentikan jika fakta dilapangan membuktikan bahwa marjin dumping dianggap bukan signifikan (dibawah 2% dari harga ekspor). Dan jika volume impor pecah suatu barang dumping tinggal kecil tagihan impor kurang terbit 3% terbit jumlah ekspor negara tersebut ke negara pengimpor, tapi pengkhususan sekali lagi akan tunak dolan takdirnya produk dumping impor bermula beberapa negara pengekspor secara bersamaan diperhitungkan berjumlah 7% atau makin.
Ganjaran-ketentuan tentang antidumping nan dipunyai oleh beberapa negara, mempunyai peranan nan dahulu baku privat sistem perdagangan bebas, namun tidak demikian halnya jika disalah gunakan andai alat proteksionisme. Enggak adanya sanksi atas pengaduan yang lain disertai dengan bukti mengenai adanya dumping akan sangat mudarat pihak eksportir, malar-malar pihak eksportir sudah lalu mengeluarkan biaya nan cukup banyak untuk membuktikan bahwa produknya tidak dumping.
Salah satu suara atas proteksionisme baru adalah mekanisme pengajuan tuduhan tersebut mengarah memihak kepada faedah produsen dalam kewedanan dan n kepunyaan kepastian memaksa pemagaran perdagangan dan justru tidak berfungsi menyingkirkan pembatasan nan merupakan hambatan bazar. Jelaslah semoga penuntutan perkara antidumping dapat dimanfaatkan oleh negara-negara penggugat dumping bikin melemahkan persaing-pesaing luar area dan memaksa produsen pengekspor dan peme-rintahnya merundingkan pembatasan sukarela atas ekspor alias nan bertambah dikenal dengan
Voluntary Export Restraints.
Tuduhan dumping baik yang terbukti benar atau yang tidak akan memberikan dampak yang sangat besar terhadap lajunya pertumbuhan industri Indonesia. Radas syariat antidumping di Indonesia belum bisa mengantisipasi baik terhadap gugatan antidumping bersumber negara pemakai maupun untuk melakukan tuduhan damping terhadap negara-negara nan melakukan dumping ke Indonesia. Pemeliharaan terhadap industri dalam negeri harus secepatnya dilakukan semoga mereka jangan cak acap menjadi korban. Oleh karena itu untuk mengantisipasi situasi tersebut diperlukan ketentuan antidumping nan menyeluruh dalam bentuk Undang-undang spesial.
Sehubungan dengan tuduhan damping terhadap terhadap Indonesia oleh negara pengimpor, semua pihak baik pemerintah maupun dunia operasi (eksportir dan penggarap domestik) mudah-mudahan membidas persetujuan antidumping baik yang diatur dalam kadar Internasional (GATT- Putaran Uruguay 1995) atau peraturan perundang-undang kewarganegaraan dari negara pengimpor. Dengan demikian, dalam menghadapi berbagai kecaman di luar wilayah menurut H.A.S. Natabaya, para pengusaha khususnya eksportir seharusnya (H.A.S. Natabaya, 1996: 88):
- Memahami secara seksama ketentuan anti dumping di negara penuduh; mengarifi teknik dan metode dalam mengisi kuisioner secara sopan serta mengirimnya kepada atasan berwewenang di negara importir tepat plong waktunya.
- Memberikan kerjasama yang baik kepada penyidik negara importir yang mengejar fakta dilapangan;
- Berbuat koordinasi dalam kombinasi dagangan nan bersangkutan dan mendapatkan berbagai informasi dari instansi tersapu.
- Bilamana kondisi memungkinkan, gunakan tenaga konsultan syariat (lawyer) yang ahli di bidang antidumping.
-
D.
Peranan Uang jasa Anti Dumping Indonesia (KADI)
Dengan di keluarkannya PP No. 34 tahun 1996 tentang Bea Masuk bertentangan Dumping dan Bea Ikut Imbalan, dan di bentuknya KADI, Pemerintah dapat mengamalkan studi terhadap adanya kegiatan dumping, begitu juga di canangkan oleh qada dan qadar GATT (Aticle IV). Untuk itu, maka diperlukan suatu diperlukan satu perangkat hukum berupa ketentuan antidumping dan tulangtulangan tesendiri kasatmata Komisi Anti Dumping Indonesia (KADI).
Tujuan umum dari Tulang beragangan tersebut adalah kerjakan timbrung serta dolan bertindak aktif dlm takhlik tatanan bursa dunia yang independen serta saling menguntungkan. Mengenai maksud khususnya adalah untuk mereservasi para penghasil Indonesia terhadap impor barang-barang yang didumping atau disubsidi berpokok dari negara-negara pengekspor, yaitu terhadap praktik-praktik perdaganan nan lain jujur, bilaman impor tersebut bisa merugikan industri dalam negeri pengimpor. Sehubungan dengan Tujuan tersebut, KADI mempunyai Tugas pokok dan Kekuatan.
Tugas-tugas pokok KADI yakni sebagai berikut.[2]
- Berbuat investigasi terhadap hipotesis adanya dagangan dumping maupun komoditas mengandung subsidi nan menimbulkan ketakberuntungan untuk pabrik n domestik negeri barang sejenis.
- Mengumpulkan, meneliti, dan mengolah bukti secara informasi mengenai postulat adanya barang dumping atau dagangan mengandung subsidi.
- Mengusulkan pengenaan bea masuk imbalan kepada Menteri Perindustrian dan Bazar.
- Melaksanakan tugas lain yang ditetapkan maka dari itu Menteri Perindustrian dan Penggalasan.
- Mengekspresikan laporan pelaksanaan tugas bikin disampaikan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Bakal melaksanakan tugas dan fungsinya, KADI mempunyai kewenangan yaitu:
- Menyusun penjelasan selanjutnya yang bersifat teknis dan administratif atas ketentuan yang berkaitan dengan dumping atau subsidi.
- Melakukan sensor, penajaman, ayau eksplorasi terhadap pihak yang bersangkutan dan pihak-pihak lain yang terkait dengan dumping maupun subsidi.
- Mengusulkan kepada Menteri Perindustrian dan Perbelanjaan bakal memberlakukan tindakan sementara.
- Mengusulkan kepada Nayaka Perindustrian dan Perdagangan mengenai hasil penilaian atas tawaran tindakan penyesuaian.
- Mengadakan pendalaman sekali lagi pengenaan bea masuk antidumping atau bea turut imbalan.
- Mengusulkan kepada Menteri Perindustrian dan Perdagangan kerjakan mencabut alias menyinambungkan pengenaan bea timbrung untuk antidumping atau bea ikut imbalan.
- Menerbitkan keputusan-keputusan yang berkaitan dengan penanganan dumping atau subsidi.
Mengenai struktur organisasi Komite Anti Dumping Indonenesia (KADI) bisa dilihat lega bagan di bawah ini:
Pengarah, wakil ketua, sekretaris, dan anggota KADI diangkat dan diberhentikan maka itu Menteri Perindustrian dan perdagangan. Oleh karena itu n domestik melaksanakan tugasnya, KADI bertanggung jawab kepada Menteri Perindustrian dan Penggalasan.[3]
IV. Simpulan dan Saran:
A. Simpulan
- Pengaturan tentang Anti Dumping selain mengacu pada qada dan qadar sejagat (Agreement on Implementation of Article VI GATT
dan
Agreement on Subsidies and Countervailing Duties), pun pada peraturan perundang-pelawaan nasional, ialah UU. No. 10 tahun 1995 tetang Kepabeanan. Supremsi anti dumping sangat diperlukan kerjakan melindungi industri kerumahtanggaan negeri terhadap praktik yang boleh mudarat industri dalam negari nan memproduksi barang sebangsa. - Cak bagi mereservasi barang dalam provinsi harus dilakukan penegakan syariat baik secara preventif seperti sosialisi peraturan dan pendalaman ulang izin impor; maupun secara represif melaui penerapan syahid berupa pembebanan bea masuk anti dumping terhadap para importer yang melakukan praktik dumping.
- Garis haluan nan dapat dilakukan Indonesia dalam menghadapi praktik dumping terlebih dulu dilakukan penggalian oleh KADI kerjakan memperoleh bukti apakah komoditas impor beridikasi dumping sehingga merugikan pabrik domestik. Berdasarkan bukti tersebut maka pemerintah melalui KADI bisa membebankan bea turut anti damping kepada importer. Sebaliknya untuk menghadapi tuduhan dumping bilang hal nan dapat dilakukan ialah memahami secara seksama qada dan qadar anti dumping di negara penuduh; mengamalkan kerjasama yang baik dengan penyidik negara importir yang mencari fakta dilapangan; melakukan koordinasi dalam asosiasi barang yang bersangkutan dan mendapatkan majemuk permakluman bersumber instansi terkait, serta burung laut menggunakan tenaga konsultan hukum (lawyer) yang ahli di bidang antidumping.
B. Saran:
- Perlu dikeluarkan peraturan khusus mengenai inkompatibel dumping dalam rangka undang-undang tersendiri, karena kehadiran organ syariat kewarganegaraan dalam mengantisipasi masalah dumping masih lemah, baik bagaikan peranti kebaikan melindungi produk dalam negeri berpokok praktik dumping, maupun sebagai instrumen hukum guna mengahdapi pengaduan dumping di luar area. Kelemahan tersebut terutama terkait dengan pengertian harga seremonial. Salah satu unsur terjadinya praktik dumping apabila harga yang ditawarkan di pasar negara pengimpor bertambah terbatas seandainya dibandingkan dengan harga normal (norma value) di dalam negeri pengimpor.
- Penjagaan hukum terhadap produk internal negari kiranya terus dilakukan melalui upaya penegakan hukum inkompatibel dumping, baik secara preventif internal upaya mencegah praktik dumping alias secara represif yaitu berupa hadiah sanksi “pengenaan bea masuk anti dumping” terhadap pelaku ekonomi nan memasukkan produk berindikasi dumping.
- Buat mengendalikan kegiatan dempet yang terus terjadi, peranan KADI harus di tingkatkan terutama kemampuan personil dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penanganan keburukan dumping di dalam distrik, alias dalam mengkounter tuduhan intim bermula berbagai rupa Negara.
Daftar bacaan
Erawati, AF dan J.S Badudu.
Kamus Hukum Ekonomi Inggris-Indonesia. Jakarta: Proyek ELIPS. 1996
Black,
Henry Campbell.
Black’s Law Dictionary, Abridge 6th Ed (West Group), 1998
Muhammad, Sood.
Pengantar Syariat Perbisnisan internasional. Mataram: Mataram University Press. 2005.
Natabaya, H.A.S.
Penelitian Hukum adapun Aspek hukum Anti dumping dan Implikasinya bagi Indonesia, BPHN, Departemen Kehakiman RI. 1996.
Sukarmi.
Kanun inkompatibel Dumping Di Dasar Bayang-Bayang Pasar Netral. Jakarta: Terang Grafika, 2002
Agreement on Implementation of Article VI of General Agreement on Tariff and Trade 1994
Undang-Undang No.7 Masa 1994 mengenai
Agreement on Establishing The World Trade Organization/WTO
(Pengesahan Permufakatan Pembentukan Organisasi Perda-gangan Bumi )
Undang-Undang No. 10 perian 1995 tantang Kepabeanan
PP No. 34 tahun 1996 tentang Bea Turut anti Dumping dan Bea Masuk Imbalan,
Keputusan Nayaka Perindustrian dan Perbisnisan No. 427/MPP/Kep/10/2000 tentang Komite Bertentangan-dumping Indonesia;
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 428/MPP/Kep/10/2000 tentang Pengangkatan Angota Komite Antidumping Indonesia;
Keputusan Nayaka Perindustrian dan Perbelanjaan No.216/MPP/Kep/7/2001 tentang Pertukaran Kepusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.261/MPP/ Kep/9/1996 akan halnya Tata Cara Persyaratan Pengutaraan Penyelidikan Atas Barang Dumping dan Barang Mengandung Subsidi.
[1]Lihat kembali Pasal 1 butir 2 PP No. 34 Tahun 1996
[2] Keputusan Menteri Perindustrian dan Perniagaan No.427/MPP/ Kep/10/2000. Pasal 2. Tatap juga PP. No. 34 Waktu 1996, Pasal 7.
[3]
Ibid.,
Pasal 8, lihat juga Pasal 16, 17, 19 20,
Apabila Perdagangan Bebas Dunia Diberlakukan Di Indonesia Akibatnya Adalah
Source: https://ft.unram.ac.id/regulasi-anti-dumping-sebagai-upaya-perlindungan-terhadap-industri-dalam-negeri/