REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Asam urat merupakan paduan kimia hasil akhir bermula metabolisme purin dalam badan. Hewan menyusui selain primata tingkat tinggi n kepunyaan uratase nan mampu mengubah asam urat menjadi alantoin yang ialah produk sagu belanda air.
Manusia lain memiliki uratase, sehingga produk intiha metabolisme purin yakni asam otot. Predestinasi asam urat yang melebihi tenggat kelarutannya, akan menyebabkan kristalisasi natrium urat di jaringan sabar dan sentral nan disebut gout.
Terapi gout umumnya dilakukan dengan obat yang dapat menghambat aktivitas enzim xantin oksidase. Salah satu obat imitasi yang digunakan bagi pengobatan bersut urat yakni allopurinol.
Obat ini memiliki bilang efek samping, seperti demam, menggigil, leukopenia, serta gangguan pencernaan. Teradat adanya obat alternatif yang memiliki aktivitas pengobatan lebih baik dan abnormal efek samping. Obat tradisional yang berasal dari tumbuhan umumnya memiliki efek samping nan lebih rendah dibandingkan peminta-obatan ilmu pisah.
Atas hal tersebut Chintia Ayu Puspita mahasiswa Institut Pertanaman Bogor (IPB) melangkahi Programa Kreativitas Mahasiswa – Penajaman (PKM-P) bersama tim yang terdiri dari Syfa Zulaeha, dan Dandung Wasana terikat melakukan penelitian untuk mencari bahan potensial alami penurun ganjaran asam urat dari bahan kulit melinjo.
“Kalau n domestik istilah keseharian orang menyebut asam urat itu kelainan, padahal asam urat itu fusi bukan penyakitnya, penyakitnya itu namanya pirai kalo kerumahtanggaan ilmiahnya gout. Pirai itu sendiri karena takdir asam otot dalam darahnya tingkatan. Manusia membutuhkan senderut urat misal bentrok-oksidan, apabila kadarnya berlebihan kerumahtanggaan bodi lama-lama akan membeku akhirnya mengendap dapat di peruasan, ginjal dan jantung,” ungkap mahasiswi Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Mantra Butir-butir Alam (FMIPA) IPB ini dalam takrif pers dituruti
Republika.co.id, Selasa (6/13).
Ki pelor dikenal laksana tanaman yang memicu peningkatan kadar bersut urat, tetapi bineka rahim sintesis dalam kulit meninjau diduga dapat menurunkan qada dan qadar cemberut urat.
Kulit melinjo nan memiliki daya inhibisi terhadap aktivitas xantin oksidase terbesar internal penelitian Wulandari (2012) adalah ekstrak etanol kulit melinjo muda mentah dan direbus. “Alasan kami memakai kulit melinjo merupakan karena melinjo itu sendiri teko mengandung purin yang tinggi, jadi anggapan masyarakat apapun suku cadang melinjonya misalkan daunnya, kulitnya, bijinya itu bisa meningkatkan garis hidup asam otot, padahal jangat melinjonya sendiri itu memiliki fungsi kebalikannya. Sememangnya yang bisa menaikkan kadar asam urat itu cuma bijinya, takdirnya kulitnya malah dapat menurunkannya,” tutur Chintia.
Chintia menambahkan, selama ini belum pernah ada nan meneliti secara invivo. “Sesungguhnya sudah ada eksplorasi tentang kandungannya. Kandungan yang boleh menurunkannya itu flavonoidnya, dan ternyata itu tangga di kulit meninjau nan muda makanya kita pilih selain bagi mengubah anggapan umum itu tadi,” ujarnya.
Uji coba
Tim ini melakukan percobaan dengan menunggangi 25 ekor tikus nirmala (Rattus norvegicus) jantan. “Kita menggunakan hewan uji coba secara sewaktu, kita gunakan tikus putih. Awalnya kulit anak bedil kita keringkan dan kita bikin ekstrak. Cak bagi ekstraknya kita pakai kaidah maserasi, itu simpel cuma dikasih pelatuknya terus di-shaker sejauh 3 kali 24 jam lalu dipekatkan. Ekstraknya berbentuk pasta. Setelah pekat, itulah nan kita gunakan lakukan perlakuan dicekokin ke tikusnya,” ucap Chintia.
Sebanyak 25 ekor tikus dibagi menjadi dua kelompok, adalah kelompok patokan yang terdiri dari 5 ekor tikus dan kelompok yang terdiri dari 20 ekor tikus. Kelompok standar diberikan pakan kriteria. Kelompok 20 ekor tikus dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu keramaian kontrol positif, kontrol negatif dan perlakuan.
Kelompok kontrol positif terdiri dari 5 ekor tikus yang diberi pakan tinggi purin dan allopurinol. Kelompok pengaruh negatif terdiri mulai sejak 5 ekor tikus yang diberi pakan tingkatan kadar purin sonder diberi ekstrak kulit biji zakar belinjo maupun allopurinol.
Kelompok perlakuan merupakan kerumunan tikus yang diberikan pakan janjang purin dan juga ekstrak selerang buah ki pelor. Kelompok perlakuan dibagi kembali menjadi dua gerombolan berdasarkan dosis ekstrak kulit biji zakar melinjo menurut Safwan (2016), yaitu dosis 6.48 mg/kgBB dan 51.8 mg/kgBB dengan masing-masing dosis diberikan pada 5 ekor tikus.
“Perlakuannya itu selisih-beda, kerumunan tikus biasa itu sonder perlakuan, kelompok kontrol positif perlakuannya dikasi obat sintetis allopurinol, kontrol negatif tidak diberi obat. Kemudian kerumunan perlakuan dosis suatu diberi obat nan kita uji, kerubungan dosis dua sama tapi dosis ekstraknya dua kali bekuk dari dosis mula-mula. Pemberiannya itu dicekok (oral). Selepas diberi perlakuan ditunggu suatu jam, lewat dicek bakat bakal melihat penurunan garis hidup asam uratnya, yang diberi bibit dengan yang diberi obat itu bertambah efektif mana dalam menurunkan suratan asam otot. Setelah itu kita uji menggunakan kit terus tikusnya dihistopatologi kerjakan mengawasi gout-nya. Sekarang kita masih sebatas tahap induksi,” paparnya.
Percobaan dibagi menjadi tahun adaptasi sepanjang dua minggu dan perlakuan sejauh empat ahad. Selama percobaan dilakukan pengukuran bobot dan pengambilan talenta satu kali seminggu dan dilakukan pengujian darah untuk mengetahui alat pencernaan asam urat pada tikus tersebut.
“Buat tikusnya terserah hari penyesuaian, induksi dan perlakuan. Masa aklimatisasi dua pekan dan musim induksi sejauh tujuh hari. Kerjakan meningkatkan kodrat asam uratnya kita pakai dua cara, pakai lever ayam dan fusi potasium oksonat yang bisa menghambat enzim urikase, enzim nan dapat mengubah senderut otot menjadi senyawa larut air sehingga asam otot lain mengendap dan dikeluarkan lewat urin, sementara itu tikus itu memiliki enzim urikase,” ungkap Chintia.
Penggalian ini diharapkan boleh memicu penelitian lanjutan mengenai pembuatan produk penawar herbal bermula kulit buah timah panas kerjakan penjamin gout serta menyerahkan kontribusi privat bidang kesehatan dan guna-guna wara-wara. “Harapannya semoga hasil kita ini bagus, bisa mujarab bahwa kulit peluru bisa meletakkan kadar asam otot. Terobosan seterusnya bisa dijadikan komoditas makanan atau apa pun nan dapat dikonsumsi manusia,” sebut Chintia.