Kitab Klasik Yang Dipelajari Di Pesantren Disebut Juga

By | 15 Agustus 2022

Kitab Klasik Yang Dipelajari Di Pesantren Disebut Juga.

Perjumpaan awal saya dengan kitab
Risalatul Makhid
sudah berlangsung belasan tahun yang lalu, tepatnya detik saya mulai beranjak remaja, ialah tahun-periode di mana saya akan memasuki vitalitas
baligh
nan oleh ibu saya kitab ini dibacakan di hadapan anak-anak perempuannya teragendakan saya.

Menurut ibu saya, kitab ini yakni “sangu”, bekal wajib perumpamaan anak perempuan menjelang masa
baligh-nya supaya  kelak di kemudian hari raga dan psikisnya bertambah siap bila bersambung dengan (mengalami) haid, istikhadoh, nifas, nan itu semua adalah distingtif problematika (alami) seorang wanita. Sekali lagi bersama-sama sendiri anak gadis kemudian mengetahui bagaimana kaidah Islam memandang dan menindak problem-problem yang demikian.

Belakangan saya menyadari barang apa yang diyakini oleh ibu saya itu ter-hormat adanya, karena selaras apa yang ditulis privat kitab ini, bahwa belajar tentang problematika haid itu kewajibannya sama dengan belajar membaca  surat
al-fatikhah.

Beberapa perian yang lalu saya tercantol membaca ulang kitab ini, yang ditulis puluhan tahun nan lalu yaitu kisaran 1940-an.  Bagi kita yang spirit di era perian waktu ini, melihat  kitab ini secara fisik, tentu sangat eksotis.  Kertas yang dipakai kerumahtanggaan penulisan kitab ini rangka dan bila dipandang sekelebat, kitab ini ditulis dengan bahasa Arab, tapi nyatanya tidaklah demikian. Kitab ini ditulis internal aksara pegon, khas kitab kitab Jawa kuno nan ditulis para wali/cerdik pandai. Bentuk hurufnya Arab, semata-mata  huruf Arab yang sudah dimodifikasi bakal menuliskan bahasa Jawa.

Yang menghela, membaca lembar demi lembar dari kitab ini, kita sepemakan diajak panitera lakukan berdialog refleks menziarahi leluri-tradisi Jawa tempo dulu. Lewat buku ini, penulis tidak hanya menyerahkan pencerahan berkaitan segala itu darah
haid, istikhadoh dan nifas
sebagaimana kitab fiqih-fiqih lazim yang  dipenuhi dengan heterogen pengertian-signifikansi dan pengelolaan prinsip yang jamak dan hukum-hukumnya. Sebaliknya penulis menyampaikan definisi-defisini dengan gaya bercerita yang berputar dan dialektis.

Baca juga:   Pemutih Badan Yang Aman Bpom

Dabir memulai pembahasan kitab dengan menuduh berkaitan dengan historisitas, yaitu pangkal usul haid, bagaimana kepala putik masyarakat Arab tempo dulu (masa jahiliyyah) terhadap wanita nan semenjana haid dan bagaimana masyarakat Jawa sendiri  memandang wanita nan sedang haid. Tinggal baru kemudian dijelaskan hikmah-hikmah haid menurut Selam, bagaimana Islam memandang wanita (khususnya wanita nan sedang haid). Pun berkaitan dengan cara mendeteksi darah
haid, istikhadhoh, nifas
beserta cara bersucinya, cara melaksanakan sholat bagi nan
istikhadhoh, mandu mengqadha (mengganti) sholat, larangan dan amalan-amalan ketika haid  dan  tidak-lain dengan lalu gamblang, terlambat, detail dan aplikatif.

Sesuai dengan judulnya
Risalatul Makhid
(risalah menstruasi),
tema-tema problematika bakat wanita mendominasi kerumahtanggaan isi kitab ini secara keseluruhan, tetapi tema-tema yang berkaitan dengan problem-problem wanita yang lain juga disinggung sebagaimana sebagaimana seksualitas intern Islam,  mandu berhubungan akrab, merawat kandungan, merawat bayi juga menjadi wacana-wacana tersendiri yang menarik  karena selain menjelaskan pengertian dan penyelenggaraan caranya intern Islam, penulis pula mengkritisi beberapa akulturasi budaya Jawa dengan Selam itu sendiri.  Ritual-seremoni siklus kehamilan dan kelahiran misalnya.

Pada waktu tingkeban
(formalitas memperingati kandungan memasuki usia 7 bulan) dalam publik diperingati dengan mandu mengundang tetangga-setangga, membaca doa keselamatan untuk orok yang suka-suka dalam nafkah yang dipimpin oleh modin. Di samping itu terdapat pula ada prosesi menyirami bani adam yang hamil tersebut dengan air bunga dan menggelindingkan telur berbunga atas kepala ibu hamil. Bila telur pecah maka bayi yang akan lahir menyimbolkan bayi perempuan. Menurut penyalin kitab ini, prosesi itu tidaklah tepat, menghafal telur nan digelindingkan akan menjadi sesuatu yang
muspro,
useless, tidak berfaidah setinggi sekali,. Lebih-kian telur tersebut misal sarana
jedek-jedekan, tebak-tebakkan macam kelamin yang adakalanya itu tak distrik manusia untuk mengetahui kebenarannya.

Baca juga:   Peta Kedatangan Bangsa Barat Ke Indonesia Beserta Penjelasannya

Pun ketika orok lahir, bayi ketika lahir di bawah tempat tidurnya (balai-balai)
suka-suka yang diberi sajen, membangkitkan garam, diberi kurkuma, anakan,  bahkan ada yang dipasangi pisau dan bukan-enggak yang tujuannya enggak jelas dan patut dipertanyakan. Jika memang tujuannya untuk menakutnakuti setan sebaiknya supaya tak mendekat, mestinya perlu memeperbanyak doa. Bukan sebaliknya memasang benda-benda sama dengan itu.

Tak hanya upacara-upacara saja penulis kitab ini sekali lagi meluruskan stigma-stigma yang berkembang di masyarakat Jawa tempo suntuk. Di antaranya ialah kepala putik anak asuh haram atau yang gelojoh disebut anak Jadah. Dalam masyarakat Jawa tempo dulu, diceritakan makanya penulis kitab, berkembang persepsi bahwa anak haram tidak akan timbrung surga keculi membunuh kedua anak adam tuanya, dan orang lain pun tidak diperkenankan menyentuh anak tersebut.

Mematamatai fenomena tersebut, kembali-pun penulis kitab ini mengajak dialog kepada pembaca dengan  cara memaksimalkan
consciousness
berbasislogic,
yaitu dengan melempar cak bertanya kepada pembaca,
Bagaimana mana tahu seorang anak akan membunuh kedua manusia tuanya sedangkan n domestik Selam membunuh saja termasuk dalam kufur?
lha kok
malah disuruh membunuh kedua orang tuanya?”.  Penulis kitab pula menambahkan bahwa anak haram sewaktu-waktu tidak bersalah, yang bersalah adalah orang tuanya. Dan nan berkaitan dengan masuk surga, masuk tidaknya makhluk ke dalam taman firdaus yaitu
kersa/kehendak Allah SWT.

Sayangnya, lakukan yang tidak akrab dengan lambang bunyi Arab pegon, membaca kitab ini perlu “effort’ yang keras, karena bahasa jawa yang ditulis internal aksara pegon enggak hanya berupa bahasa jawa halus ataupun bahasa ngoko yang mudah dicari privat kamus-kamus bahasa Jawa. Kadang kala bahasa Jawa yang ditulis dalam aksara pegon merupakan adopsi berasal bahasa Arab, seperti halnya yang bisa ditemukan intern kitab ini, yaitu pengenalan
sirkahan
(Patungan),
kasab
kandungan (berburu nafkah).

Baca juga:   Apakah Perbedaan Alat Musik a Dan B

Di sisi tak kitab ini bisa dikatakan adalah kitab emak, rujukan kitab-kitab nan ditulis setelahnya, dan dalam terminologi sastra, kitab
Risalatul Makhid
  bisa disebut teks
hipogram
(teks yang menjadi meres kreasi sebuah teks baru) karena dari kitab ini kemudian lahir karya-karya serupa yang membahas pembawaan haid nifas, istikhadoh dan problematikan wanita lainnya seperti kitab
Ianatun Nisa, Kifayatun Nisa’, masailun nisa’.

https://alif.id/read/fmh/risalatul-makhid-kitab-fiqih-wanita-klasik-yang-eksotis-b245031p/



Kitab Klasik Yang Dipelajari Di Pesantren Disebut Juga

Source: https://santri.or.id/risalatul-makhid-kitab-fiqih-wanita-klasik-yang-eksotis/