Mengapa Pemilu 1955 Disebut Pemilu Paling Demokratis

By | 15 Agustus 2022

Mengapa Pemilu 1955 Disebut Pemilu Paling Demokratis.

Bermula Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Penyortiran publik legislatif Indonesia 1955



29 September 1955 1971 →

Seluruh 257 kursi Dewan Kantor cabang Rakyat

Terdaftar 43.104.464
Kehadiran pemilih 87,66%
Partai pertama Puak kedua Puak ketiga
Sidik Djojosukarto.jpg Sukiman Wirjosandjojo, Departemen Dalam Negeri dari Masa ke Masa, p59.jpg Abdul Wahab Hasbullah.jpg
Pengarah Sidik Djojosukarto Soekiman Wirjosandjojo Abdul Wahab Hasbullah
Partai PNI Masyumi NU
Kursi nan dimenangkan 57 57 45
Suara miring rakyat 8.434.653 7.903.886 6.955.141
Persentase 22,3% 20,9% 18,4%

Partai keempat Partai kelima Puak keenam
Alimin.jpg Anwar Tjokroaminoto, Kepartaian dan Parlementaria Indonesia (1954), p336.jpg Johannes Leimena.jpg
Penasihat Alimin Anwar Tjokroaminoto Johannes Leimena
Puak PKI PSII Parkindo
Kursi yang dimenangkan 39 8 8
Suara rakyat 6.176.914 1.091.160 1,003,325
Persentase 16,4% 2,89% 2.6%

Puak ketujuh Partai kedelapan
Ignatius Joseph Kasimo Hendrowahyono, Hasil Rakjat Memilih Tokoh-tokoh Parlemen (Hasil Pemilihan Umum Pertama - 1955) di Republik Indonesia, p354.jpg Sutan Sjahrir, Pekan Buku Indonesia 1954, p246.jpg
Ketua I. J. Kasimo Sutan Syahrir
Partai Partai Katolik PSI
Kursi yang dimenangkan 6 5
Suara rakyat 770,740 753,191
Persentase 2.0% 1.99%

Map of 1955 Indonesian Legislative Election - Cities and Regencies.svg

Hasil menurut kota dan kabupaten

Plakat persuasi pada Pemilu 1955

Pemilihan umum legislatif Indonesia 1955
(biasa dikenal dengan
Pemilu 1955) ialah penyortiran umum pertama di Indonesia nan diadakan pada tahun 1955. Pemilu ini bosor makan dikatakan laksana pemilu Indonesia minimum demokratis. Pemilu ini dilaksanakan detik keamanan negara masih kurang kontributif; sejumlah negeri dirundung kekacauan oleh DI/TII (Darul Islam/Armada Islam Indonesia) khususnya pimpinan Kartosoewirjo. Dalam situasi begini, anggota angkatan bersenjata dan polisi pun memilih. Mereka yang bertugas di daerah rawan digilir datang ke wadah penyaringan. Pemilu kesudahannya pun berlangsung tenang dan tenteram. Pemilu ini berniat memilih anggota-legislator Perwakilan Rakyat.

Jumlah kursi DPR yang diperebutkan berjumlah 260. Pemilu ini dipersiapkan di asal pemerintahan Mangkubumi Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan lega ketika pemungutan suara minor, dan pembesar pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.

Permukaan belakang

[sunting
|
sunting perigi]

Partai-partai yang terdaftar stereotip di Indonesia puas tahun 1954.

Pemilihan pertama awalnya direncanakan bakal Januari 1946, tetapi karena Aliran Nasional Indonesia masih berlangsung, hal ini enggak memungkinkan. Setelah perang, setiap lemari kecil memasukkan pemilihan umum dalam programnya. Sreg bulan Februari 1951 kabinet Natsir memasyarakatkan RUU pemilu, belaka dewan menteri ini jatuh sebelum diperdebatkan intern parlemen. Kabinet berikutnya, yang dipimpin oleh Sukiman berdampak mengadakan beberapa pemilahan regional.[1]
Balasannya, pada bulan Februari 1952, kabinet Wilopo memperkenalkan RUU bagi pendaftaran pemilih. Diskusi di Dewan Badal Rakyat tidak dimulai hingga September karena bineka keberatan dari organisasi politik politik. Menurut Feith, ada tiga faktor penyebab hal ini terjadi. Pertama, para legislator hilang akal kehabisan kursi mereka; kedua, mereka keruh tentang kemungkinan ayunan bikin partai-partai Islam; dan ketiga, sistem pemilihan sesuai dengan Konstitusi Sementara tahun 1950 sehingga akan berarti bertambah invalid badal bakal daerah di luar Jawa.[2]

Mengingat kenyataan bahwa kabinet itu jatuh setelah memperkenalkan awalan-langkah kontroversial, ada keengganan untuk memopulerkan RUU pemilu dan cak semau kekhawatiran tentang kebolehjadian konflik politik yang disebabkan oleh pemilihan.[3]
Meskipun demikian, banyak pemimpin strategi mengasakan pemilihan umum karena legislatif yang ada pron bila itu didasarkan pada kompromi dengan Belanda (yang sebelumnya ialah dominasi kolonial) dan karena itu dianggap memiliki sedikit otoritas rakyat. Mereka pula percaya bahwa pemilu akan mengangkut penstabilan ketatanegaraan yang lebih besar.[4]
Hal ini semakin diperkuat makanya “Peristiwa 17 Oktober 1952”, ketika tentara bersenjata di depan istana menuntut pemansuhan badan legislatif, menyebabkan petisi yang lebih osean dari semua pihak buat seleksi awal. Pada 25 November, RUU Pemilu telah diajukan ke Dewan Kantor cabang Rakyat. Sehabis 18 minggu perdebatan dan 200 usulan amandemen, RUU tersebut jadinya disahkan pada 1 April 1953 dan menjadi syariat pada 4 April. RUU ini menargetkan kuantitas keanggotaan legislatif dimana satu anggota legislatif lakukan 150.000 penduduk dan memberikan hak bakal melembarkan lakukan semua cucu adam nan berusia di atas 18 musim, atau nan hubungan ataupun sudah menikah.[5]
Semacam itu RUU itu disahkan, kabinet mulai menunjuk anggota Komite Pemilihan Pokok. Hal ini dilakukan kerjakan n kepunyaan suatu anggota semenjak setiap partai pemerintah dan ketua independen. Namun, Partai Nasional Indonesia (PNI) memprotes bahwa mereka tidak memiliki anggota internal komite, dan perselisihan ini masih belum terkendali detik dewan menteri itu jebluk puas 2 Juni.[6]

Pada tanggal 25 Agustus 1953, bendahara nayaka baru, Ali Sastroamidjojo, mengumumkan jadwal persiapan bikin pemilahan sepanjang 16 wulan mulai bulan Januari 1954. Pada tanggal 4 November, pemerintah mengumumkan Komite Pemilihan Pusat plonco yang diketuai makanya anggota PNI S. Hadikusomo dan termasuk semua partai yang diwakili di pemerintahan ialah Nahdatul Ulama (NU), Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) Organisasi politik Rakyat Indonesia (PRI), Partai Rakyat Kewarganegaraan (PRN), Partai Buruh dan Barisan Tani Indonesia (BTI), serta bilang partai pendukung pemerintah, seperti Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Partai Serani Indonesia (Parkindo).[7]

Persiapan dan perian pemilihan

[sunting
|
sunting sumber]

Presiden Sukarno memberikan suaranya bilamana pemilu.

Meskipun pada bulan April 1954 Panitia Pusat Pemilihan sudah lalu mengumumkan bahwa seleksi akan diadakan puas copot 29 September tahun berikutnya, puas bulan Juli dan awal Agustus, persiapan telah keteter dari jadwal. Pengangkatan anggota panitia TPS nan direncanakan dimulai pada 1 Agustus lain dilakukan oleh sebagian besar daerah dan mereka baru memulainya puas 15 September. Privat pidato musim kemerdekaan pada 17 Agustus, Kepala negara Sukarno mengatakan bahwa siapa pun yang hadang pemilu adalah “desertir revolusi”. Puas 8 September, Nayaka Penerangan Sjamsuddin Sutan Mampu mengatakan bahwa pemilihan akan diadakan pada 29 September kecuali di beberapa daerah yang persiapannya belum selesai. Karenanya, sebagai hasil dari “kesibukan” (kerja keras) mereka, panitia TPS siap plong hari pemilihan.[8]

Menjelang hari cak pemilihan, rumor menyebar, termasuk kegentaran akan kemabukan yang merambat di Jawa. Ada juga penimbunan barang. Di berbagai bagian negara juga diberlakukan jam lilin batik bertepatan dan tak diumumkan sepanjang sejumlah malam sebelum hari pengambilan suara.

Pada hari pemungutan suara itu sendiri, banyak pemilih yang menunggu buat memberikan suara pada pukul 7 pagi. Hari itu damai karena turunan-orang mencatat tidak cak semau peristiwa buruk yang akan terjadi. Sebanyak 87,65% pemilih memasrahkan suara sah dan 91,54% memberikan suara. Dengan mengesampingkan besaran mortalitas antara pendataan dan pemungutan suara miring, sekadar sekeliling 6% yang tak memilih.[9]

Hasil

[sunting
|
sunting sumber]

DPR Hasil Pemilu 1955.svg

No. Partai Besaran Suara miring Persentase Jumlah Kursi
1. Partai Kebangsaan Indonesia (PNI) 8.434.653 22,32 57
2. Masyumi 7.903.886 20,92 57
3. Nahdlatul Ulama (NU) 6.955.141 18,41 45
4. Partai Komunis Indonesia (PKI) 6.179.914 16,36 39
5. Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 1.091.160 2,89 8
6. Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 1.003.326 2,66 8
7. Partai Katolik 770.740 2,04 6
8. Organisasi politik Sosialis Indonesia (PSI) 753.191 1,99 5
9. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) 541.306 1,43 4
10. Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) 483.014 1,28 4
11. Partai Rakyat Nasional (PRN) 242.125 0,64 2
12. Puak Buruh 224.167 0,59 2
13. Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) 219.985 0,58 2
14. Partai Rakyat Indonesia (PRI) 206.161 0,55 2
15. Persatuan Fungsionaris Petugas keamanan RI (P3RI) 200.419 0,53 2
16. Murba 199.588 0,53 2
17. Baperki 178.887 0,47 1
18. Persatuan Indonesia Raya (PIR) Wongsonegoro 178.481 0,47 1
19. Grinda 154.792 0,41 1
20. Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) 149.287 0,40 1
21. Persatuan Dayak (PD) 146.054 0,39 1
22. PIR Hazairin 114.644 0,30 1
23. Partai Persatuan Tharikah Islam (PPTI) 85.131 0,22 1
24. AKUI 81.454 0,21 1
25. Persatuan Rakyat Desa (PRD) 77.919 0,21 1
26. Partai Republik Indonesia Merdeka (PRIM) 72.523 0,19 1
27. Angkatan Comunis Muda (Acoma) 64.514 0,17 1
28. R.Soedjono Prawirosoedarso 53.306 0,14 1
29. Lain-bukan 1.022.433 2,71
Jumlah 37.785.299 100,00 257
Sumber: Uang jasa Pemilihan Umum (KPU)[10]

Dekret Presiden

[sunting
|
sunting sumber]

Pemilu 1955 tidak dilanjutkan sesuai jadwal lega lima hari berikutnya, 1960. Hal ini dikarenakan pada 5 Juli 1959, dikeluarkan Dekret Presiden yang membubarkan Konstituante dan pernyataan sekali lagi ke UUD 1945. Kemudian puas 4 Juni 1960, Soekarno menakutnakuti DPR hasil Pemilu 1955, sehabis sebelumnya dewan legislatif itu menolak RAPBN nan diajukan pemerintah. Presiden Soekarno secara sepihak melintasi Dekret 5 Juli 1959 mewujudkan DPR-Angkat Royong (DPR-GR) dan MPR Darurat (MPRS) nan semua anggotanya diangkat presiden.

Rujukan

[sunting
|
sunting sendang]


  1. ^

    Feith 2007, hlm. 273.

  2. ^

    Feith 2007, hlm. 274-275.

  3. ^

    Feith 2007, hlm. 276.

  4. ^

    Feith 2007, hlm. 277.

  5. ^

    Feith 2007, hlm. 278-280.

  6. ^

    Feith 2007, hlm. 281.

  7. ^

    Feith 2007, hlm. 348.

  8. ^

    Feith 2007, hlm. 424-426.

  9. ^

    Feith 2007, hlm. 429.

  10. ^

    Sekretariat Jenderal KPU 2010, hlm. 35.

Daftar pustaka

[sunting
|
sunting sumber]

  • Feith, Herbert (2007).
    The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia
    (dalam bahasa Inggris). Equinox Publishing (Asia) Pte Ltd,. ISBN 979-3780-45-2.



  • Feith, Herbert (1999).
    The Indonesian Elections of 1955
    [Pemilihan Umum 1955 di Indonesia]. Kepustakaan Popular Gramedia. ISBN 979-9023-26-2.



  • Friend, Theodore (2003).
    Indonesian Destinies
    (dalam bahasa Inggris). The Belknap Press of Harvard University Press. ISBN 0-674-01834-6.



  • Ricklefs, M.C. (1991).
    A History of Maju Indonesia Since c.1200
    (dalam bahasa Inggris). Stanford: Stanford University Press. ISBN 0-8047-4480-7.



  • Sekretariat Negara Republik Indonesia (1975).
    30 Tahun Indonesia Merdeka
    (edisi ke-2 (1950-1964)). Sekretariat Negara Republik Indonesia.



  • Sekretariat Jenderal KPU (2010).
    Pemuilu buat Pemula: Modul 1
    (PDF). Komisi Seleksi Mahajana.





Mengapa Pemilu 1955 Disebut Pemilu Paling Demokratis

Source: https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_legislatif_Indonesia_1955

Baca juga:   Tujuan Lari Berjarak 50 Meter Adalah