Sea Games Adalah Bukti Kerjasama Indonesia Di Bidang

By | 15 Agustus 2022

Sea Games Adalah Bukti Kerjasama Indonesia Di Bidang.

tirto.id – Sempat Sukhum Naiyapradit yaitu bangsawan
antagonistis-mainstream. Pada 1930-an, saat kebanyakan priyayi Thailand membiasakan ekonomi alias syariat di Inggris ataupun Prancis, ia malah menyingkir ke Amerika Konsorsium menekuni hobatan keolahragaan. Saat kembali ke negerinya pada 1940-an, ia segera menjadi otak pengembangan gerak badan dan menjadi penggagas olahraga terkemuka.

Pada 1950-an, dia mulai menimang gagasan mewujudkan kompetisi olahraga antara Thailand dengan negara-negara tetangga, semacam Asian Games atau Olimpiade. Pertimbangannya: Thailand dan Asia Tenggara memiliki iklim separas dan orang-orangnya punya susuk jasad yang mirip, sehingga dianggap memiliki kemampuan setara. Atas pertimbangan itulah kamu yakin kejuaraan olahraga regional bisa mendukung negara-negara Asia Tenggara meningkatkan standar keolahragaan dan secara kultural boleh memperteguh kolaborasi kawasan.

Ide itu menginjak diwacanakan saat Mendapat Games 1958 di Tokyo. Kantor cabang kontingen Burma (Myanmar), Vietnam Selatan, Kamboja, Gadamala, dan Malaya (Malaysia) setuju dan meratifikasi proposal Luang Sukhum lakukan menyelenggarakan “Asian Games mini” di Asia Tenggara. Merek yang disepakati: Southeast Asian Peninsula (SEAP) Games.

Seperti tecermin dari namanya, pesta olahraga ini mulanya hanya diikuti negara-negara di sekitar ancol Asia Tenggara. SEAP Games permulaan dibuka lega 12 Desember 1959, tepat waktu ini 61 hari lalu di Bangkok.

Delapan belas perian kemudian, SEAP Games menengok nama menjadi Southeast Asian (SEA) Games dan mengegolkan secara resmi Indonesia, Filipina, Brunei laksana peserta. Sejak saat itulah SEA Games khusyuk menjadi kompetisinya Asia Tenggara.

Jika ASEAN yaitu wadah bagi kooperasi plong level ekonomi dan politik, SEA Games berlaku dalam distrik yang kian populer: gerak badan. Dalam khotbah introduksi SEAP yang pertama, Luang Sukhum menyibakkan bahwa tujuannya ialah cak bagi “meningkatkan kooperasi, pemahaman, dan pergaulan antara negara-negara Asia Tenggara.”

Pertanyaannya kemudian: barang apa makna dan relevansi SEA Games bagi ASEAN dan solidaritas negara-negara Asia Tenggara hari ini?

ASEAN dan Keburukan Solidaritas

ASEAN diniatkan kerjakan mempromosikan kesadaran dan ingatan sebagai satu kekerabatan Asia Tenggara. Bilamana yang setimbang, ia kembali hendak mendorong terciptanya rasa memiliki, mengonsolidasikan kesatuan dalam keberagaman, dan meningkatkan saling pengertian di antara negara-negara anggota adapun kebudayaan, sejarah, agama, dan tamadun mereka. Sekurang-kurangnya, itulah pokok yang tertera intern
Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia
yang ditandatangani pada KTT ASEAN 1976 di Bali.

Baca juga:   Heuristik Merupakan Istilah Dari Bahasa Yunani Yang Berarti

Pendeknya, ASEAN mendorong terciptanya solidaritas regional sebagai sesama warga Asia Tenggara. Dengan solidaritas ini, ASEAN sepantasnya hendak membangun identitas Asia Tenggara sebagai jembatan bagi integrasi regional di masa depan.

Masalahnya, di luar sejarah dan hasad ke-Asia Tenggara-an itu, tidak ada “imajinasi bersama” nan mampu mengikat negara-negara ASEAN perumpamaan satu kesendirian. Satu hal nan terasa internal pergaulan negara-negara Asia Tenggara adalah ketiadaan “mitos hari lalu” yang memantik pikiran sependeritaan sebagai landasan integrasi.

Uni Eropa, misalnya, menemukan mitos masa lampau yang mengikat n domestik wujud Perang Bumi II dan kesadaran akan Eropa yang berbaur untuk mencegah konflik. Sehingga proses integrasinya relatif makin mudah dibanding kawasan-kawasan enggak.

Asia Tenggara, padahal, tak punya mite serupa. Bahkan meskipun didirikan atas radiks, keseleo satunya, semangat anti-komunis di antara negara-negara deklarator ketika Perang Adem rani pada tutul yang paling menegangkan, keadaan itu tak jua menjadi “mitos kolektif”. Fokus anti-komunisme plong waktu semula pendirian ASEAN
andeng-andeng
akhirnya ki amblas tatkala Laja dan Vietnam secara resmi dimasukkan sebagai anggota.

Inefisiensi ASEAN dalam mendamaikan konflik internal negara anggota dan sengketa antarnegara anggota juga meninggi langka persoalan integrasi tersebut. Teladan yang minimal dekat adalah ketika ASEAN gagal menanggulangi kebrutalan pemerintahan militer Myanmar yang mempersekusi rival-lawan politiknya atau Indonesia yang layak jahat memperlakukan Timor Timur. Memanjang agak jauh ke bokong, ASEAN juga tidak mampu mengamankan sengketa segitiga tanya perbatasan antara Thailand, Vietnam, dan Kamboja pada pengunci 1970-an.

Dorongan integrasi itu justru menembakkan suatu sama lain bagi, katakanlah, tutup mata terhadap supremsi saban. Dengan alasan menjaga persahabatan, masing-masing negara malas beraksi tanggap secara benar-benar kepada kolega-koleganya.

Faktor tak yang kian membentuk runyam yaitu kekuatan politik dan keakuan besar masing-masing negara. Harus diakui, secara abstrak kawasan Asia Tenggara terpelajar atas dasar ketatanegaraan alih-alih ilmu permukaan bumi ataupun kultural. Hal ini ditegaskan Donald K. Emmerson dalam sebuah esai hierarki yang memukau soal konsep Asia Tenggara,
Southeast Asia: What’s in a Name?. Ia mempertanyakan dengan reseptif perihal gagasan integrasi Asia Tenggara pada level politik.

Baca juga:   Lagu Ambilkan Bulan Bu Diciptakan Oleh

Asia Tenggara, katanya, akhirnya cuma menjadi agregasi negara-negara, bukannya bekerja atas dasar kesetiakawanan. Masing-masing negara farik dengan tajam dan secara kolektif lebih mirip daerah pertempuran tinimbang meja kerja sekufu. Menarik apa nan dikatakan—kian tepatnya diramalkan—Emmerson di esai itu bahwa “tulat pada abad ke-21 Asia Tenggara boleh jadi rompes antara ‘Timur Jauh Soviet’ dan ‘Barat Jauh Amerika’” (hlm. 16). Seandainya mengacu pada kejatuhan Soviet dan kebangkitan Cina waktu ini, tinggal diganti saja “Soviet” dengan “Cina” pada ramalan Emmerson itu, maka ramalan tersebut rasanya terlihat substansial.

Kekeruhan juga lebih kian bila menengok kesenjangan pembangunan ekonomi. Bayangkan, pada satu sebelah ada Singapura (pendapatan tiap-tiap kapita 2016 sebesar US$ 53.431) yang begitu samudra dan di sebelah tak ada negara sebagai halnya Myanmar (US$ 1.420) yang amat melarat. Hal ini menghambat proses integrasi ekonomi dan membuat kanyon di antara negara-negara anggota semakin berleleran. Secara psikologis, kesenjangan tersebut juga memicu sentimen kemakmuran internal publik ASEAN.

“Tak dibantah lagi bahwa beberapa negara merasa makin baik dibanding negara lain intern permukaan pembangunan dan pendidikan,” pembukaan Hareef, pria bawah Brunei yang menjadi admin laman Facebook ASEAN Community. Laman ini dibuat oleh Kepaniteraan Jenderal ASEAN dengan tujuan untuk mengampanyekan persatuan dan kekompakan.

“Beberapa negara berbagi latar belakang dan kepentingan yang proporsional dengan negara tidak. Andai lengkap, negara-negara KLMV (Kamboja, Laos, Myanmar, Vietnam) ataupun Malaysia, Singapura, Indonesia, dan Brunei. Beberapa orang mendalam lain kasmaran dengan negara lain yang berbeda latar belakang dan bukan mengenal mereka dengan baik. Hal-hal inilah yang mudah memantik pertengkaran,” tuturnya.

Bagi Hareef, yang terpenting privat organisasi semacam ASEAN adalah persatuan yang tidak dibatasi oleh sekat-sekat nasionalisme. “Saya tak punya kelainan jika mereka mengkritik budaya, makanan, dan lain-lain. Yang mengganggu saya ialah sungguh chauvinisme menghalangi kita menuju ketunggalan ASEAN.”

Infografik Mozaik Sea Games dan Solidaritas Asia Tenggara

Infografik Mozaik Sea Games dan Kesetiakawanan Asia Tenggara. tirto.id/Ceruk

SEA Games andai Solusi Paling Memungkinkan

Dengan kondisi di atas, tampaknya susah membangun solidaritas dan integrasi publik Asia Tenggara jika hanya menerobos pakta regional. Puas sebuah masa ketika aspirasi masyarakat lebih lestari daripada suara pemerintah seperti era digital sekarang, kolaborasi berbasiskan
people-to-people
bisa menjadi jalan keluar paling kecil memungkinkan. Bagaimanapun juga, dalam sejarahnya, ASEAN elusif sekali takhlik partisipasi macam itu.

Baca juga:   Usaha Kerajinan Tangan Berupa Pembuatan Keramik

SEA Games memiliki kemungkinan menyelamatkan ASEAN berbunga kemusykilan dan ketidakmampuan membangun kerjasama di bidang politik dan ekonomi.

Gagasan Sempat Sukhum soal kerja sepadan Asia Tenggara boleh dikatakan idealis dan mengarak barang apa yang dirumuskan oleh Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) 18 tahun kemudian. Ini serupa dengan Olimpiade atau Trofi Dunia yang mutakadim unjuk sebelum PBB merembas atau UEFA nan lahir jauh sebelum Uni Eropa muncul.

Seakan konflik politik, atau persaingan ekonomi, yang sejak abad ke-19 sampai medio abad ke-20 (saat berlantas Perang Dunia II) cenderung memufakatkan dan memecah belah, dapat diredakan maka dari itu olahraga. Rukyat yang menganggap olahraga dapat menjadi kanalisasi konflik, menyalurkan energi pertandingan dan rivalitas melalui cara-cara yang lebih berbudaya, menemukan gaungnya dalam pesta-pesta olahraga bertabiat kawasan maupun terlebih multinasional.

Pesta olahraga ini boleh dibilang cerita sukses akan halnya integrasi sosio-kultural masyarakat Asia Tenggara di level masyarakat. Format kultural sedarun populer n domestik SEA Games menyiratkan bahwa integrasi bukanlah peristiwa abstrak, tapi berserat jauh privat bentuk camar duka personal para partisipan, dari mulai ahli olahraga, pelatih, panitia, setakat pemirsa. Mereka berkujut dalam emosi kolektif perumpamaan—meminjam kata-kata sejarawan Anthony Reid—”orang-orang berkulit sawo masak yang spirit di negeri Bawah Kilangangin kincir”.

Cak agar kadang-kadang diwarnai maka dari itu insiden-insiden kecil soal cemburu semangat kebangsaan, seperti nan pernah terjadi di Malaysia, paling tidak para partisipan bisa merasakan “imajinasi bersama” dalam kombinasi Asia Tenggara.

Di situlah SEA Games menemukan maknanya yang minimum relevan, seperti diharapkan oleh Senggang Sukhum Naiyapradit bertambah dari setengah abad dulu. Takdirnya SEA Games juga gagal memecahkan problematika solidaritas Asia Tenggara, malah isu kecurangan gelojoh bergaung kencang siapa pun tuan rumahnya, tugas ASEAN akan semakin berat di periode depan.

==========

Kata sandang ini pertama kali diterbitkan plong 24 Agustus 2017. Kami berbuat penyuntingan ulang dan menerbitkannya juga buat rubrik Mozaik.

(tirto.id –
Politik)


Panitera: Ivan Aulia Ahsan

Penyunting: Zen RS



Sea Games Adalah Bukti Kerjasama Indonesia Di Bidang

Source: https://tirto.id/sea-games-dan-solidaritas-asia-tenggara-yang-centang-perenang-cu9t