Sebutkan Beberapa Penyanyi Perempuan Yang Menyanyikan Tembang Mamaos

By | 15 Agustus 2022

Sebutkan Beberapa Penyanyi Perempuan Yang Menyanyikan Tembang Mamaos.

Syair Sunda Cianjuran Mamaos / Foto: Republika.

Sekitar tahun 30-an materi seni budaya Jawa Barat diajukan oleh Auditorium Pemeliharaan Kredit Budaya Bandung, Biro Pariwisata dan Peradaban Jawa Barat, serta instansi terkait lainnya, ke Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan plong perian 2015, bikin dijadikan Materi Warisan Budaya Enggak Benda (WBTB).

Belaka sahaja tiga materi saja yang diakui. Ketiga materi budaya tersebut adalah Sintren (Kabupaten Cirebon), Upacara Ngarot (Kabupaten Indramayu), dan Mamaos (Kabupaten Cianjur).

Seperti dilaporkan Kadisparbud Provinsi Jawa Barat, Drs. Nunung Sobari, hingga momen ini sudah cak semau 13 materi seni budaya berpangkal Jawa Barat nan mutakadim diakui makanya pihak Kementrian Pendidikan dan Kabudayaan, tertulis di dalamnya kujang, tari Ronggeng Gunung, Gotong Raja hutan, dan tidak-enggak. Kecuali terhadap materi ‘mamaos’, materi-materi lainnya tak punya potensi disinterpretasi. Dan karena itu, internal tulisan ini saya ingin menyorotinya, tetapi upaya semula penelusuran epistemologi mulai sejak istilah mamaos itu sendiri.

Istilah ‘mamaos’ berasal dari kata ‘mamaca’. Istilah ‘mamaca’ itu sendiri punya makna ‘mendaras’. Adapun kegiatan ‘mendaras’ dalam terminologi ini adalah mengaji naskah wawacan atau (boleh pun) teks guguritan. Kegiatan mamaca ini, dalam kesusastraan Sunda, populer di abad XIX, ketika referensi wawacan dibaca dan lewat ditembangkan.

Maka, suka-suka tiga luwes nan sangat berkaitan satu sama lainnya, yakni mamaca (mamaos), pustaka wawacan (alias bisa juga guguritan), dan menembang. Mamaca adalah kegiatan membaca wawacan; wawacan itu sendiri adalah teks puisi (kisah) nan ditulis menggunakan aturan pupuh; serta kegiatan melantunkan lagu berlandaskan bacaan berbentuk pupuh nan suntuk kita kenal dengan istilan tembang.

Hampir di seluruh Jawa Barat, kegiatan mendaras wawacan kerap dilakukan dengan cara dilantunkan. Nyanyian lagu dengan berdasarkan puisi berbentuk pupuh ini biasa menunggangi langgam lagu rancag, yakni lagu berirama independen (atau lain terikat dengan kebiasaan metrum, simetris, serta wiletan). Bakal pelantun yang berkemampuan bertambah, langgam rancag ini kerap dilantunkan dengan menggunakan improvisasi nan bersumber dari buaian kawih beluk. Karenanya, di beberapa daerah di Jawa Barat, kegiatan membaca (atau menmbang) wawacan kerap disebut dengan ‘beluk’. Sedangkan yang terjadi merupakan, membaca maupun mendendangkan wawacan dengan tendensi beluk.

Jauh setelah Kangjeng Dalem Pancaniti (RAA Kusumaningrat, Tumenggung Cianjur 1832-1864) meramu kawih kelong (yang baku dilantunkan sang pakar pantun) menjadi sebuah penemuan baru (yang di kemudian hari dikenal umpama papantunan), para seniman kadaleman pada era RAA Prawiradiredja II (Wedana Cianjur 1864-1910) menyedang meramu puisi rancag menjadi lagu kreasi plonco pula, yang di kemudian waktu dikenal sebagai lagu-lagu Rarancagan.

Malah sehabis muncul ramuan bau kencur dari tembang rancag, masih di era RAA Prawiradiredja dan kemudian lega era RA Wiranatakusumah V (Bupati Cianjur 1912-1920), muncul sekali lagi ramuan baru nan diambil berasal pati-sari melodi lagu (instrumentalia) degung. Ramuan baru tersebut di kemudian hari dikenal sebagi lagu-lagu Dedegungan.

Sudahlah, baik lagu-lagu Rarancagan maupun Dedegungan, keduanya menggunakan lirik yang terbit dari puisi dangding (puisi berbentuk pupuh, boleh wawacan dapat pula guguritan). Dan terhadap kedua spesies lagu (kreasi baru) inilah, mahajana Cianjur menyebutnya dengan istilah ‘mamaos’ (sebagai bentuk lembut bersumber kata ‘mamaca’, nan kelihatannya secara musikal lagu-lagu penciptaan plonco yang disebut sebagai ‘mamaos’ ini memiliki melodi serta fiil yang lebih kecil-kecil dari ‘mamaca’ ataupun tembang Rancag tadi).

Jadi, yang disebut dengan istilah ‘mamaos’ lebih merujuk pada lagu-lagu Rarancagan dan Dedegungan kerumahtanggaan seni Cianjuran. Tentatif yang disebut Cianjuran (secara teoritis serta bersejarah) meliputi lagu-lagu yang berjenis Papantunan (juga Jejemplangan), Dedegungan, Rarancagan, Kakawen, serta Panambih. Dan jikalau istilah ‘mamaos’ dalam nomenklatur warisan budaya tak benda (WBTB) merujuk atau identik dengan Cianjuran, maka tata nama tersebut ialah keliru. Mamaos doang merujuk pada Rarancagan dan Dedegungan, sedangkan Cianjuran lebih luas berpokok itu, yakni meliputi juga lagu-lagu Papantunan, Jejemplangan, Kakawen, dan Panambih.

Kerancuan Istilah

Masyarakat memang cinta dirancukan dengan istilah mamaos, sajak, tembang Sunda, tembang Sunda Cianjuran, dan Cianjuran. Kelima istilah tersebut dipandang seumpama istilah-istilah yang memiliki keefektifan seimbang, ialah seni Cianjuran. Padahal kelima istilah tersebut mempunyai arti dan silsilahnya masing-masing.

Baca juga:   Perintah Untuk Konfigurasi Dialplan Server Softswitch Yang Benar Adalah

Istilah ‘tembang’ dalam kamus bahasa Sunda didefinisikan seumpama lagu yang berusul pada teks pupuh. Artinya, siapapun itu nan melantunkan wacana berbentuk pupuh, maka seseorang itu serta-merta disebut tengah menembang. Istilah ‘tembang Sunda’ merujuk pada sajak yang ada di masyarakat Sunda.

Intern etnografi atau etnologi, label ‘Sunda’ yang disematkan di belakang variabel tembang, perlu dibaca misal pembeda bermula ‘tembang Jawa’ dan ‘puisi Bali’. Sebagaimana kita ketahui, di masyarakat Bali dan terutama Jawa, dikenal pula entitas sastra (lagu, sekar) yang bernama pupuh.

Tentang istilah ‘tembang sunda Cianjuran’ merujuk lega lagu-lagu ‘tembang Sunda’ nan berada dalam seni Cianjuran. Dan lagu-lagu inilah nan akan merujuk pada materi Rarancagan dan Dedegungan, karena kedua tipe materi lagu tersebut sama-sama menunggangi teks berbentuk pupuh.

Selain ‘tembang Sunda Cianjuran’ awam Sunda mengenal pun ‘syair Sunda Ciawian’ dari distrik Ciawi Tasikmalaya dan ‘sajak Sunda Ciagawiran’ dari negeri Limbangan Garut. Kedua tembang Sunda ini –seperti sekali lagi Rarancagan dan Dedegungan dalam Cianjuran, selaras-sama menunggangi wacana berbentuk pupuh.

Sekali lagi, istilah mamaos nan dipergunakan maka itu awam Cianjur hanya merujuk pada lagu-lagu Cianjuran nan menunggangi lirik dangding (pupuh). Itu yaitu lagu Rarancagan dan Dedegungan. Terhadap lagu-lagu Papantunan, awam Cianjur kerap menyebutnya sebagai lagu Pajajaran atau lagu Pantun, bukan syair Sunda atau mamaos. Ini dapat dimengerti, karena lagu-lagu Papantunan adalah lagu yang dikreasi berpokok cerita kelong (Mundinglaya di Kusumah), yang bercerita seputar konflik di sekitar keraton imperium Pajajaran, di mana teksnya berupa puisi pantun; lain puisi dangding (pupuh).

Juga terhadap lagu-lagu Jejemplangan, masyarakat Cianjur kerap menegur sebagai Pantun Barang. Istilah ini memiliki makna perumpamaan penggalan dari lagu Papantunan, hanya saja nada-nadanya lebih banyak bertumpu puas nada dagangan (1, da); adapun nada puas lagu-lagu Papantunan lebih banyak bertumpu pada musik mi (2) dan la (5). Baik lagu-lagu Papantunan maupun lagu-lagu Jejemplangan kadang kala tidak ada kaitannya dengan urusan tembang maupun mamaos atau materi pupuh.

Lagi ke istilah Cianjuran. Sampai sekarang nan dimaksud dengan cianjuran merupakan sebuah seni yang merujuk pada atraksi seni vokal Sunda nan diiringi dengan kacapi indung, kacapi rincik, suling, dan rebab –cak bagi keilaharan laras salendro.

Bakal melantunkan lagu-lagu privat cianjuran lumrah terdiri atas dua pandai sekar (ahli kawih, pendendang), boleh pria dengan wanita, boleh wanita-dengan wanita, maupun hanya koteng wanita tetapi. Dan takdirnya yang dimaksud dengan istilah ‘mamaos’ dalam materi WBTB tadi merujuk pada seni cianjuran, maka istilah ‘mamaos’ nan dimaksud dapat dikata keliru. Karena mamaos sejatinya hanya merupakan adegan semata-mata dari seni cianjuran. Kesudahannya, istilah ‘mamaos’ yang diuruskan dalam WBTB tadi semoga diganti dengan istilah ‘Cianjuran’.

Melagu merupakan salah satu aktivitas seni nan sering dilakukan makanya manusia. Melalui aktivitas bernyanyi, manusia bisa mengungkapkan perasaan melalui nada dan irama serta introduksi-alas kata. Ada yang menyanyi dilakukan secara unisono semata-mata ada sekali lagi yang dilakukan dengan membentuk vokal grup. Macam nada nan dilantunkan pun bermacam-tipe, menginjak dari lagu modern hingga lagu wilayah yang hingga kini masih tetap bertahan.

Ya, bernyanyi adalah hal nan telah dilakukan manusia dari sejak silam. Musik dan lagu adalah putaran mulai sejak masyarakat yang lain ikatan lepas berbunga kesehariannya. Hal itu dibuktikan dengan beragamnya lagu dan turut wilayah di Indonesia.

Setiap daerah di Indonesia punya lagu dan irama kebiasaan yang setakat kini masih dinyanyikan. Gaya dan teknik nan digunakan lagi amat bermacam rupa. Sreg kesempatan kali ini, kita akan mempelajari berbagai gaya, teknik, kekuatan, dan berbagai konsep lainnya dari lagu daerah atau musik tradisi. Dimulai dari geta dan fungsi musik dalam tradisi masyarakat Indonesia malar-malar silam.

Kedudukan dan Kemujaraban Musik dalam Tradisi Masyarakat Indonesia

Lagu kawasan n kepunyaan kedudukan dan kemujaraban kuat pada leluri umum Indonesia. Salah satu wujudnya adalah melalui penampilan musik pagar adat. Selain menjadi penampilan seni irama perumpamaan hiburan seni istimewa, penampilan irama tradisi di daerah juga sering menyatu juga dengan leluri lain. Contohnya, musik tradisi sering menjadi irama iringan pertunjukan tari, kadang-kadang juga digunakan andai pengiring intern upacara-upacara adat, dan besar perut menjadi ilustrasi pertunjukan seni teater tali peranti pula.

Oleh karena itu musik provinsi pada biasanya memiliki khasiat nan lampau penting cak bagi masyarakat pendukungnya. Secara umum, bisa dikatakan bahwa musik daerah berfungsi sebagai kendaraan rekreatif/hiburan bakal menyabarkan sejenak apa kepenatan dan kelelahan dalam aktivitas sosial budaya sehari-hari. Selain itu, menurut Tim Kemdibud (2017, hlm. 35) sejumlah fungsi musik tradisi ataupun lagu kawasan yaitu sebagai berikut.

1. Sarana Upacara Rasam

Musik daerah bukanlah objek yang otonom ataupun berdiri koteng. Musik area lazimnya merupakan fragmen dari kegiatan tak. Contohnya, di berbagai daerah di Indonesia obstulen-bunyian tertentu dianggap punya fungsi nan dapat membantu kegiatan magis. Itulah sebabnya, music di nusantara banyak terlibat kerumahtanggaan bermacam-macam upacara adat. Sebagai paradigma, upacara Merapu di Sumba menggunakan irama bunyi-bunyian bagi memanggil dan menggiring kepergian roh ke pantai menadahkan tangan (alam barzakh). Begitu pula pada mahajana suku Sunda memperalat musik angklung pada tahun upacara Seren Hawar (panen padi).

2. Musik Pengiring Tari

Irama musik dapat berpengaruh puas perasaan seseorang yang mendengarkannya lakukan melakukan gerakan-gerakan indah dalam tari. Bahkan heterogen macam tari daerah yang kita kenal, pada dasarnya hanya dapat diiringi dengan musik daerah tersebut agar tampak serasi, biarpun masih tak mengerudungi kemungkinan masih dapat dikreasikan. Contoh karya tari diiringi nada daerah merupakan tari Kecak (Bali), tari Pakarena (Sulawesi), tari Mandalika (Nusa Tenggara Barat), tari Ngaseuk (Jawa Timur), tari Mengaup (Jambi), dan tari Mansorandat (Papua).

3. Ki alat Berlaku

Lagu-lagu rakyat ataupun dikenal dengan istilah folksongs tumbuh subur di daerah pedesaan dan banyak digunakan laksana kendaraan berperan anak-anak asuh. Beberapa di antar kita tentunya akan masih menging berbagai permainan dengan lagu ketika kita duduk di bangku Sekolah Sumber akar. Banyak judul lagu sering dijadikan tanda permainan anak-anak. Contoh lagu rakyat yang dijadikan permainan meliputi lagu Cublak-Cublak Suweng dari Jawa Tengah, Ampar-Ampar Pisang dari Kalimantan, Ambil-ambilan mulai sejak Jawa Barat, Tanduk Majeng bersumber Madura, Sang Bangau dan Pok Ame-Ame berpangkal Betawi.

4. Media Penerangan

Lagu-lagu ringan yang mudah diikuti dan diingat dalam iklan layanan masyarakat yaitu contoh arti musik seumpama wahana penyorotan. Contoh lagu bak media penerangan misalnya bisa ampuh kenyataan akan halnya preservasi mileu dan rasam istiadat.

Pada masyarakat maju, lagu bagaikan media penerangan bisa kebal adapun pemilu, Keluarga Berencana dan ibu hamil, ki aib AIDS, atau amanat sekaligus iradiasi pandemi, dsb. Selain kerumahtanggaan iklan layanan umum, lagu-lagu yang bernapaskan agama juga boleh dikategorikan menjadi media penerangan, musik qasidah, terbangan, dan zipin dengan syair-puisi lagu dari Al-qur’an.

Teknik dan Mode Meratus dalam Musik Tali peranti

Salah satu hal yang paling menarik dari musik tradisi adalah bagaimana dengan berbagai keterbatasannya koteng penyanyi irama tradisi boleh mengedepankan performa terbaiknya. Maksudnya, coba lihat bagaimana penyanyi musik pagar adat berpakaian ketat bahkan memakai stagen, tarik suara dengan posisi bersimpuh, tetapi suaranya terdengar merdu dan menarik.

Temporer itu masyarakat dan suku nasion asli Papua goyang badan kontan bergamat dan bermain Tifa ialah perkakas irama pukul dengan sumber bunyi membran (alat musik gendang masyarakat Papua) dalam kelompok. Stamina mereka tetap terdidik, karena kondisi fisik mereka sudah terlaltih sedari mungil. Selain itu, mereka pun banyak meratah ulat sagu yang berlambak akan protein.

Lalu bagaimana dengan teknik dan gaya bernyanyi mustik tradisi daerah tidak? Apakah teknik berdendang nada tradisi di masyarakat Sunda, Jawa, dan Bali berbeda? Jawaban singkatnya, ya, berbeda. Musik vokal dalam nada tradisi di Indonesia memang tinggal bermacam rupa.

Baca juga:   Komplikasi Merupakan Bagian Dari Drama Musikal Operet Yang Berisi Mengenai

Sebagai transendental lainnya, pada masyarakat Sunda di wilayah Cianjur dikenal dengan sebutan mamaos atau mamaca. Mamaos adalah tembang nan telah lama dikenal jauh sebelum Indonesia merdeka. Puas awalnya mamaos dinyanyikan kalangan kaum lanang. Doang, selanjutnya mamaos juga dinyanyikan oleh kaum perempuan. Banyak kalangan amoi yang terkenal kerumahtanggaan menyanyikan mamaos, seperti Rd. Siti Sarah, Rd. Anah Ruhanah, Ibu Imong, Ibu Udara murni’oh, Ibu Resna, dan Nyi Mas Saodah.

Puas akhirnya, setiap suku di Indonesia memiliki lagu-lagu daerah. Lagu-lagu ini menggunakan bahasa daerah setempat. Gaya bernyanyi lagu area juga farik-tikai. Setiap lagu-lagu daerah kebanyakan diiringi dengan seperangkat alat musik area yang sering disebut dengan karawitan. Istilah karawitan kerjakan menunjuk lega semberap alat musik tradisional secara lengkap.

Jangankan perbedaan wilayah atau adat, komposisi karawitan hanya dapat mengembangkan perbedaan-perbedaan dari sebuah area dengan wilayah lainnya sepanjang waktu. Inilah yang menyebabkan munculnya gaya yang berbeda-beda. Gaya musikal adalah ciri solo atau karakteristik musikal yang dihasilkan berusul beberapa kondisi. Berikut adalah bilang faktor yang memengaruhi perbedaan teknik dan mode bernyanyi dalam nada adat istiadat.

1. Tren Tempatan

Gaya tempatan adalah karakteristik pendirian menyanyikan lagu wilayah yang berbeda dengan daerah lainnya. Contohnya adalah bagaimana para sinden di Jawa Barat n kepunyaan kecenderungan solo nan berbeda dengan gaya menyanyi di pulai lain di Indonesia. Sreg isu globalisasi, mode lokal juga disebut ibarat entitas local genius.

2. Gaya Individual

Kecondongan individual adalah tipologi karakteristik seorang pencetus penyelenggara lagu-lagu yang membedakannya dengan pelaksana lagu lainnya. Setiap pembentuk lagu atau penyanyi akan n kepunyaan gaya yang berlainan, bahkan walaupun di area yang sama.

3. Tendensi Periodikal

Gaya periodikal yaitu tipologi karakteristik zaman tertentu yang menghasilkan gaya musikal tertentu. Misalnya gaya internal kerangka musikal, adalah tipologi karakteristik yang boleh dibedakan dari berbagai rajah karya musikal yang ada, misalnya pada berbagai karya nada Betawi. Irama Betawi di antaranya dalam gambang kromong lagu sayur, dengan lagu phobin, maupun dalam kroncong tugu antara kroncong salih, langgam, dan stambul. Dalam karawitan Betawi gaya alias musical style dikenal dengan istilah Liaw.

Pertunjukan alias pagelaran lagu-lagu area tentunya akan dibawakan oleh sendiri pendendang. Penyanyi lagu kewedanan yang diiringi musik Tradisional di Jawa disebut dengan Sinden, demikian juga di Sunda dan juga Bali. Sedangkan, di daerah Sumatra Utara pendendang lagu provinsi cinta disebut dengan Perkolong-mungkum. Di Kalimantan disebut dengan Madihin merupakan menyanyikan pantun-pantun dengan diiringi tabuhan redap. Setiap daerah memiliki tera tersendiri cak bagi seorang pendendang yang diiringi dengan orkestrasi musik tradisional.

Bernyanyi Lagu Daerah secara Unisono

Banyak masyarakat berpokok beberapa suku di Indonesia yang hanya terbiasa bernyanyi privat satu suara, yaitu sesuai dengan melodi modalnya cuma. Biarpun sedemikian itu, sejumlah lagu wilayah juga ada yang dilakukan secara berkelompok. Madihin misalnya yang mengalunkan kelong seorang diri sekaligus umpama pemusiknya. Sinden boleh dilakukan secara bergerombol tetapi boleh pula dilakukan seorang diri. Melagu secara unisono membutuhkan kerja ekuivalen antara anggota kelompok karena jika berbeda sendiri suaranya akan terdengar invalid harmonis dan tidak bagus.

Menyanyi lega awam sering dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Terwalak lagu-lagu nan dinyanyikan pada saat upacara tertentu seperti pernikahan, kelahiran, mortalitas, atau permainan. Suka-suka pun lagu-lagu yang kebal petuah maupun sanjungan terhadap khalayak sesama. Ibu-ibu di negeri masih sering menyanyikan lagu wejangan saat merebahkan anaknya. Demikian juga anak-anak asuh dan akil balig masih sering menyanyi sambil mengerjakan permainan. Hal ini membuktikan bahwa melagu secara unisono baik secara perseorangan maupun pasuk burung laut dilakukan oleh masyarakat Indonesia.

Berikut merupakan beberapa lagu daerah nan dapat digunakan untuk belajar secara unisiono alias secara bergerombol.


Referensi


  1. Tim Kemdikbud. (2017). Seni Budaya VIII. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.

Sebutkan Beberapa Penyanyi Perempuan Yang Menyanyikan Tembang Mamaos

Source: https://duuwi.com/13783/sebutkan-beberapa-penyanyi-perempuan-yang-menyanyikan-tembang-mamaos.html