Seni Patung Bergaya Amarawati Berasal Dari

By | 15 Agustus 2022

Seni Patung Bergaya Amarawati Berasal Dari.

Buddha semenjak Gandhara, zaman pertama atau kedua Masehi.

Seni Buddha-Yunani
merupakan tulangtulangan manifestasi seni sirkuit Buddha-Yunani, sebuah perpaduan sifat selang adat Yunani klasik dan agama Buddha, yang mengembang sejauh hampir 1.000 periode di Asia Tengah, wejangan penaklukan oleh sang Alexander yang Luhur sreg zaman ke-4 SM, dan penguasaan oleh individu-makhluk Islam pada zaman ke-7. Seni Buddha-Yunani punya ciri khas realisme idealistik seni Yunani Helenis dan perwujudan pertama sang Buddha dalam susuk manusia, nan sudah menolong membentuk kanon seni dan terutama teknik perpatungan Buddha di seluruh kontinen Asia setakat sekarang. Seni pula ialah paradigma tersendiri perpaduan adat selang adat istiadat Barat dan Timur yang enggak tercapai dalam rangka seni yang yang bukan hingga tahap ini.

Asal mula seni Buddha-Yunani mampu ditemukan di kerajaan Baktria-Yunani nan Helenistik dan merembah selang tahun (250 SM – 130 SM), dan sekarang terletak di Afganistan, dari mana adat Helenistik Yunani tersebar ke anak kontinen India dengan didirikannya kekaisaran Yunani-India (180 SM-10 SM). Di radiks kabilah Yunani-India (Yawana) dan yang belakang sekali Kushan, interaksi ular-ular adat Yunani dan Buddha mengembang di kawasan Gandhara, yang waktu ini terletak di Pakistan anggota utara, sebelum memencar makin lanjur ke India, memengaruhi kesenian Mathura, dan yang pantat sekali kesenian Buddha kekaisaran Gupta, yang juga menyerak ke Asia Tenggara. Pengaturan seni Buddha-Yunani juga menyebar ke utara menuju Asia Tengah, dan dengan langgeng membuat kesenian ceduk rendah Tarim di bab gerbang ke Tiongkok, dan selesai pengaruhnya mencecah Tiongkok, Korea dan Jepang.

Daftar pokok

  • 1
    Kesenian Helenistik di Asia Selatan
  • 2
    Interaksi seni Buddha-Yunani

    • 2.1
      Model artistik
    • 2.2
      Perkembangan kecenderungan
    • 2.3
      Arsitektur
    • 2.4
      Sang Buddha
    • 2.5
      Dewa-Dewi dan para Bodhisattwa
    • 2.6
      Kontribusi kaum Kushan
  • 3
    Penyebaran Seni Buddha-Yunani ke Asia Perdua
  • 4
    Baktria

    • 4.1
      Legok Rendah Tarim
  • 5
    Pengaruh Buddha-Yunani di Asia Timur

    • 5.1
      China
    • 5.2
      Jepang
  • 6
    Pengaruh Selatan Seni Buddha-Yunani

    • 6.1
      Seni Mathura
    • 6.2
      Seni Gupta
    • 6.3
      Kesenian Asia Tenggara
  • 7
    Dampak resan seni Buddha-Yunani
  • 8
    Lihat pula
  • 9
    Referensi

Kesenian Helenistik di Asia Selatan

Negara-negara Helenistik yang berkuasa mulai didirikan di provinsi Baktria dan Sogdiana, serta India Paksina sepanjang tiga zaman setelah penaklukan Alexander Sani pada 330 SM: Kerajaan Seleukus hingga 250 SM, disertai dengan imperium Baktria-Yunani hingga 130 SM, dan kekaisaran Yunani-India terbit 180 SM hingga kian kurang 10 SM.

Contoh-contoh pengaruh seni Helenistik mampu ditemukan di koin-koin kaisar Baktria-Yunani dari masa yang proporsional, seperti Demetrius I berbunga Baktria. Jumlah koin para raja Baktria-Yunani nan ditemukan, tertera koin-koin emas dan perak terbesar yang pernah dicetak di Dunia Helenistik, nan digolongkan n kepunyaan kualitas terbaik baik dari segi seni atau teknik: koin-koin ini menunjukkan: “sebuah kadar individualitas yang tak hubungan tertandingi oleh kutub kerajaan mereka, dari masa nan setimpal, bertambah ke Barat yang seringkali bertambah tertinggal. (
“show a degree of individuality never matched by the often more bland descriptions of their royal contemporaries further West”. (dikutip mulai sejak
“Greece and the Hellenistic world”))”.

Adunan gulungan khas Helenistik dengan relief dedaunan anggur dari Hadda, Pakistan utara.

Kerajaan-kekaisaran Helenistik ini membangun kota-kota menurut model Yunani, sebagai halnya di Ai-Khanoum di Baktria, yang hanya menunjukkan ciri-ciri istimewa arsitektural Helenistik, patung-patung bergaya Helenistik, dan juga berak-sisa naskah manuskrip papirus yang memuat karya Aristoteles dan cadangan-simpanan koin.

Pesta minum-minum anggur dan musik, Hadda, zaman pertama mencapai-2 Kristen.

Unsur-partikel Yunani ini memasuki India barat laut mengikuti invasi kaum Baktria-Yunani pada masa 180 SM, di mana mereka membangun kerajaan Yunani-India di India. Kota-kota Yunani yang diperkuat dengan tembok kota sebagaimana Sirkap di Pakistan sebelah utara, didirikan. Gaya-gaya arsitektural memperalat corak-corak dekoratif Helenistik sama dengan keranjang buah dan
lung-lungan
dedaunan. Alet-palet rayuan untuk minyak-minyak penyangi yang mengoper tema-tema yang murni Helenistik begitu juga Nereid yang berwahana Ketos monster laut ditemukan.

Di Hadda, betara-dewa Helenistik, seperti Atlas ditemukan. Betara-batara kilangangin kincir lagi digambarkan, yang pada musim yang akan datang akan memengaruhi visualisasi dewa angin hingga sepanjang Jepang. Adegan-fragmen dewa anggur Dionysius (Bacchus) nan menayangkan orang-orang dalam gaya klasik meneguk-minum anggur dari kan-kan sembari memainkan instrumen musik, ditemukan.

Interaksi seni Buddha-Yunani

Langsung selepas India diinvasi maka dari itu basyar Yunani kerjakan takhlik kerajaan Yunani-India, perpaduan nasihat elemen-unsur Helenistik dan Buddha menginjak muncul. Hal ini sekali lagi didukung maka dari itu sikap para raja-pangeran Yunani yang membuka terhadap agama Buddha. Maka gaya seni ini mengembang selama beberapa zaman dan tampaknya mengembang bertambah lanjut semasa kekaisaran Kushan start zaman pertama Kristen.

Model berseni

Seni Buddha-Yunani menggambarkan usia Buddha internal sebuah prosedur visual, kemungkinan indah dengan menggunakan sempurna-model realistik dan konsep-konsep nan mampu dicapai para seniman puas tahun itu.

Para Bodhisattwa digambarkan untuk bangsawan India yang mengaryakan perhiasan dan telanjang dada. Tentatif para Buddha digambarkan seperti raja-raja Yunani yang memakai gaun nan mirip toga. Gedung-gedung di mana mereka digambarkan, menunggangi gaya Yunani dengan pilar-pilar kolom Korintus nan berada di mana-mana dan adunan pilar bundar dengan relief
lung-lungan
dedaunan. Yang pinggul sekali dewa-dewi nan digambarkan merupakan pertautan dewa-bidadari (Kar, Herakles) dan India (Hangit).

Perkembangan gaya

Gaya seni Buddha-Yunani mulai berbunga suntuk lembut dan realistik, seperti nampak plong patung-patung Buddha nan mengirik, dengan “penanganan lipatan-lipitan nan lewat realistik dan pada beberapa bahkan sedikit menampakkan piutang tubuh model yang menjadi ciri idiosinkratis karya Yunani yang terbaik” (Boardman). Yang belakang sekali gaya ini kesuntukan faktualisme kelas bawah tahapan ini bakal nan bokong sekali menjadi semakin simbolis dan dekoratif pada abad-abad nan mendatang.

Arsitektur

Betara Yunani Atlas, menyangga sebuah monumen Buddha, Hadda.

Keberadaan stupa di kota Yunani Sirkap, nan dibangun oleh Demetrius sudah menunjukkan sebuah sinkretisme nan kuat atau perpaduan nasihat agama Yunani dan Buddha, bersama dengan agama-agama yang lain seperti Hindu dan Zoroastrianisme. Kecondongan nan didirikan yakni Yunani, yang dihias dengan pilar-pilar kolom Korintus.

Nan belakang sekali di Hadda, dewa Yunani Kar digambarkan menopang monumen Buddha yang dihias dengan pilar-pilar rubrik Yunani.

Sang Buddha

Salah satu pengisahan Buddha yang awal, zaman pertama hingga zaman ke-2 Masehi, Gandhara.

Kurang bertambah selang zaman permulaan SM dan zaman pertama, perwujudan Buddha secara antropomorfis (bentuk manusiawi) pertama dikembangkan. Inovasi ini, yang sebenarnya dilarang selang Buddha, langsung meraih kecanggihan kualitas tingkatan dari bentuk seni perpatungan. Gaya ini secara alami diilhami gaya seni pemahatan patung yang berasal bersumber Yunani Helenistik.

Jumlah unsur-unsur stilistik dalam mengilustrasikan sang Buddha merujuk kepada pengaruh Yunani: toga model Yunani, pose
contrapposto
Buddha yang (tatap: zaman pertama–kedua Buddha nan agak gelap dari Gandhara [1] dan [2]), surai berombak gaya Laut Tengah dan gelung rambut atas nan nampaknya diambil dari gaya Belvedere Apollo(330 SM), dan ciri rupa wajah-tampang, seluruh dibuat menggunakan realisme artistik yang awet (Lihat: Seni Yunani).

Sang ratu Baktria-Yunani Demetrius I (205-171 SM) sendiri, kemungkinan luhur yaitu model citra sang Buddha. Ia merupakan sinuhun dan penyelamat India, seperti ditekankan oleh penerusnya Paduka tuan Apollodotus I dan Menander I, yang secara baku dikata untuk BASILEOS SOTHROS “Raja Penyelamat” dalam legenda bilingual Yunani dan bahasa Kharoshthi pada koin-koin mereka. Demetrius dikata bagi
Dharmamitra
(“Mitra Dharma”) n domestik teks India Yuga-Purana. Agama Buddha mengembang pada pemerintahannya dan penerusnya, ketika agama ini ditindas makanya dinasti India nan Sunga di sebelah Timur.

Koin Demetrius I dan sebuah patung Buddha semenjak Gandhara.

Patung-arca Buddha Helenistik tadinya menggambarkannya dalam mode sendiri sultan, di mana bunyi bahasa-simbol tradisional Buddha (mandala, singgasana kosong, tumbuhan Boddhi, singa-raja hutan) tidak rani. Demetrius kemungkinan dikeramatkan bakal dewa, dan patung-patung Buddha Helenistik pertama nan kita ketahui kebolehjadian merupakan cerminan semenjak baginda Yunani yang ideal, berpengaruh, sahaja ramah dan menelanjangi terhadap sifat India. Ketika semakin kuantitas elemen Buddha diisi, mereka menjadi sentral dalam sirkuit Buddha dan memengaruhi representasi Buddha intern seni Buddha-Yunani yang bertambah mutakhir.

Sebuah ciri khas lain Demetrius ialah bahwa ia diasosiasikan dengan Buddha: mereka sama-sama memiliki dewa penaung yang proporsional. Di seni Gandhara, si Buddha seringkali diperlihatkan di sumber akar pelestarian betara Yunani Herakles, yang menggermang dengan gadanya (dan nan belakang sekali dengan tongkat intan) yang disandarkan pada lengannya (foto di dasar ini, lihat pula [3]). Representasi Herakles nan kurang absah ini sama dengan nan berada di belakang koin Demetrius, dan situasi ini hanya diasosiasikan kepadanya (dan putranya Euthydemus II), dan hanya terlihat pada sisi belakang koin-koinnya.

Kemudian, figur sang Buddha diisi dalam desain-desain arsitektural sama dengan pilar-pilar rubrik Korintus dan berpadu. Adegan-adegan hayat Buddha juga sering digambarkan dalam sebuah suasana arsitektoral Yunani dengan para protagonis memakai pakaian Yunani.

Batara-Peri dan para Bodhisattwa

Dewa-dewi dan motor mitologis Yunani pun cenderung diisi intern representasi Buddha, dan menunjukkan perpaduan aturan ataupun sinkretisme yang langgeng. Khususnya, Herakles (seperti tertumbuk pandangan plong koin-koin Demetrius, dengan gada nan disandarkan pada lengannya) dipakai secara luas bagi representasi Bajrapani, penaung sang Buddha. Dewa Yunani nan tak yang secara luas dipakai dalam seni Buddha-Yunani yakni representasi Atlas, dan Dewa Kilangangin kincir Yunai. Terutama Peta pada khususnya menentang dipakai sebaga unsur penopang dalam arsitektur Buddha.

Terutama di radiks peemrintahan suku bangsa Kushan, kuantitas ditemukan representasi Boddhisattwa yang mempekerjakan kuantitas perhiasan dan berwibawa untuk layaknya seorang bangsawan dengan kecondongan Buddha-Yunani yang sangat realistis. Si Bodhisattwa, yang yaitu ciri khas selang Buddha Mahayana, terutama digambarkan memiliki rautan cahaya muka para bangsawan Kushan, termasuk segala upakara (perhiasan) mereka.

Kontribusi kaum Kushan

Adegan arwah Buddha. Zaman ke-2 dan ke-3 Serani. Gandhara.

Ki kenangan seni Buddha-Yunani yang bertambah mutakhir di India barat laut seringkali dihubungkan dengan kekaisaran Kushan. Suku bangsa Kushan merupakan bangsa nomad nan mulai bermigrasi dari Dataran Rendah Tarim di Asia Tengah bersumber invalid bertambah 170 SM dan selesai dengan membangun sebuah kekaisaran di India barat siasat start mulai sejak zaman ke-2 SM. Mereka terpengaruh adat Yunani karena pertalian mereka dengan manusia Baktria-Yunani dan yang belakang sekali turunan Yunani-India dan bukan dari orang Yunani-Helenistik. Kaum Kushan mengambil dan menggunakan huruf Yunani.

Suku bangsa Kushan, di paruh-tengah Jalur Lawe secara antusias mengumpulkan karya-karya seni dari seluruh penjuru manjapada kuna, sebagaimana berkecukupan dilihat bersumber penemuan-penemuan bekas penyimpanan harta karun di ibukota lor mereka di Begram, Afganistan.

Koin emas Kanishka I dengan rencana Buddha (+/- 120 AD) dan nama “BODDO” (Buddha) n domestik huruf Yunani.

Kaum Kushan mensponsori agama Buddha sedarun dengan agama- agama Iran dan Hindu nan lain. Kemungkinan mereka pula yang ikut menggalakkan mengembangnya seni Buddha-Yunani. Tetapi di sisi lain koin-koin mereka menunjukkan tidak beradanya kecanggihan berseni: penggambaran prabu-kanjeng sultan mereka, seperti Kanishka, menuju makin minus agresif (tidak mampu nisbah tubuh, gambar berangasan), dan gambar Buddha yaitu golongan dari sebuah reca Buddha mode Helenistik dengan kaki-kaki yang digambar jelek dan pisah satu selaras tidak mirip buram pangeran Kushan. Gambar ini cenderung menunjukkan kekunaan patung-arca Buddha-Yunani, yang dipakai bikin hipotetis dan penggelapan yang belakang sekali oleh para artis Kushan.

Penyebaran Seni Buddha-Yunani ke Asia Tengah

Pengaruh seni Buddha-Yunani secara alami mengikuti pengembangan agama Buddha ke Asia Perdua dan Asia Timur dari zaman permulaan SM.

Baktria

Baktria berada di dasar kekuasan langsung Yunani selama makin pecah dua zaman dari penaklukkan maka itu sang Alexander yang Sani puas 332 SM hingga kesudahan musim kerajaan Baktria-Yunani pada lebih abnormal perian 125 SM. Seni Baktria hampir seluruhnya juga Helenistik secara sempurna seperti berlimpah dilihat sreg peninggalan-peninggalan arkeologis Baktria-Yunani di daerah tingkat-kota sebagai halnya Alexandria di Oxus (Ai-Khanoum), atau seni numismatik (yang berkomunikasi dengan koin-koin) raja-raja Baktria-Yunani dan kerap dianggap yang terbaik berasal dari Dunia Helenistik, termasuk koin-koin perak dan emas terbesar yang nikah dicetak maka itu insan Yunani.

Ketika agama Buddha menyebar di Asia Perdua mulai zaman mula-mula, Baktria mengaram datangya hasil supremsi sinkretisme Buddha-Yunani datang di wilayahnya dari India, dan sebuah pembauran baru dalam seni perpatungan berada di sana sampai datangnya penyerangan Islam.

Perwujudan paling menyolok ialah Patung Buddha Bamiyan. Mereka gelagatnya berasal dari aabd pertama hingga zaman ke-3 Masehi. Mereka dipengaruhi secara awet makanya rasam Helenistik.

Di daerah Baktria tidak yang bernama Fondukistan, beberapa kesenian Buddha-Yunani lestari sampai zaman ke-7 di biara-biara Buddha, menunjukkan dominasi Helenistik nan lestari dipadukan dengan gaya dekorasi dan corak India dan sedikit pengaruh kaum Sasanid Persia.

Beberapa mulia karya-karya seni dari Baktria dirusak mulai zaman ke-5: orang-bani adam Buddha burung laut dituduh untuk penyembah berhala dan ditindas oleh insan-orang Mukminat yang subversif simbol-bunyi bahasa keagamaan (iconoclastic). Pengrusakan ini berlanjut sebatas era modern pada musim Perang Afganistan dan terutama dimainkan oleh tadbir Taliban pada tahun 2001. Kasus minimum dikenal yaitu penghancuran patung Buddha Bamiyan. Secara ironis karya-karya seni Afganistan nan terselamatkan lebih-lebih terjadi pada era kolonial dan dikeluarkan berasal negara ini. Terutama, sebuah kompilasi yang cukup gemuk dipamerkan di Musee Guimet di Perancis.

Lembang Rendah Tarim

“Pose heroik sang Bodhisattwa”, zaman ke-6 hingga ke-7, terracotta dari Tumshuq (Xinjiang).

Kepala seorang Bodhisattwa, zaman ke-6 hingga ke-7, terracotta dari Tumshuq (Xinjiang).

Seni Lembang Rendah Tarim, sekali lagi dikata Seni Serindia, yakni seni yang mengembang mulai zaman ke-2 hingga ke-11 di Serindia alias Xinjiang, daerah China yang terletak paling barat nan ialah anggota bermula Asia Tengah. Seni ini muncul berbunga seni Gandhara dan secara jelas mengkombinasikan leluri India dengan pengaruh Yunani dan Romawi.

Para misionaris alias pendakwah Buddha yang mengadakan pelawatan melalui Kolek Sutra memopulerkan kesenian ini, bersama dengan agama Buddha seorang ke Serindia, di mana yang belakang sekali berganduh dengan pengaruh China dan Persia.

Lihat sekali lagi: Penyiaran agama Buddha melangkaui Jalur Sutra

Dominasi Buddha-Yunani di Asia Timur

Buddha Maitreya berpunca Wei Utara, 443 Masehi.

Kesenian Tiongkok, Korea dan Jepang mendapatkan pengaruh artistik Buddha-Yunani, namun menjurus mereka menambahinya dengan molekul-zarah lokal. Yang sedang mampu ditengarai cak bagi pengaruh seni Buddha-Yunai secara berbarengan merupakan:

  • Realisme idealistik awam figur-figur yang merupakan peninggalan seni Yunani.
  • Elemen pakaian dengan gaya lipatan-lipatan Yunani nan tinggal elaboratif.
  • Bulu keriting yang merupakan khas Laut Perdua.
  • Di beberapa pembayangan Buddha, gemuk dalang-tokoh bersayap nan lopak-lapik dan menjabat sangkutan rente.
  • Partikel-elemen pemahatan Yunani seperti daun berpangku tangan dan
    lung-lungan
    dedaunan.

China

Tritunggal Buddha, Wei sebelah timur (534-550), China.

Partikel-unsur artistik Buddha-Yunani subur dirunut seluruh karya seni Buddha-Tiongkok dengan beberapa variasi domestik dan waktu, tergantung puas karakter beberapa dinasti yang telah memeluk agama Buddha.

Beberapa patung Dinasti Wei Utara rani disebutkan merupakan reminisensi arca-reca Buddha berdiri bersumber Gandhara supaya gayanya bertambah simbolis. Namun karakternya secara umum dan pencitraan pakaian semenjana sama. Reca-patung lain, misalkan dari Dinasti Qi Lor, pun melestarikan tren Buddha-Yunani secara masyarakat, tetapi rasam realisme kurang dan memiliki unsur-zarah simbolis nan kian langgeng.

Bilang patung Wei Timur (kiri) menunjukkan gambar Buddha dengan lipatan-lipatan jubah kecondongan Yunani nan megah dan dikelilingi tokoh-pelopor pening yang membawa rangkaian bunga.

Jepang

Di Jepang, kesenian Buddha mulai mengembang setelah negara ini memeluk agama Buddha pada periode 548. Sejumlah ubin dari periode Asuka, masa purwa setelah rakyat Jepang mulai memeluk agama Buddha, menunjukkan gaya klasik yang menonjol, dengan penggunaan pakaian gaya Helenistik secara bertambah luas dan pelukisan anatomi tubuh secara realistik, yang merupakan ciri tersendiri gaya seni Buddha-Yunani.

Karya seni yang lain menggunakan bilang variasi yuridiksi China dan Korea, sehingga seorang pemeluk Buddha Jepang silam bermacam ragam dalam berekspresi. Jumlah unsur seni Buddha-Yunani sedang lestari hingga sekarang, sebagai halnya Herakles yang merupakan di bokong para penjaga Nio di depan jumlah kuil-kuil Buddha Jepang, ataupun representasi si Buddha yang sedang memperlihatkan gaya seni Yunani seperti arca Buddha di Kamakura.

Kiri: Dewa Angin Yunani terbit Hadda, zaman ke-2. Kanan: Dewa Kilangangin kincir Jepang Fujin, zaman ke-17.

Beberapa pengaruh Buddha-Yunani nan enggak kaya ditemukan di khazanah perdewaan Jepang. Riuk satu sempurna nan paling menonjol merupakan Betara Angin Jepang Fujin. Medium tunak dengan ikonografi Yunani bakal Dewa Kilangangin kincir Boreas, Dewa Angin Jepang di atas kepalanya memegang sebuah perca sani maupun “kipas kilangangin kincir” dengan gaya penampakan nan sama. Rambut dan rambut paras yang tebal sekali lagi sedang dipertahankan di pelukisan tendensi Jepang, seperti juga rautan muka nan dilebih-lebihkan.

Evolusi ikonografis dari Dewa Yunani Herakles hingga Dewa Jepang Shukongōshin. From left to right:
1) Herakles (Museum Louvre, Paris).
2) Herakles lega sebuah koin Baktria-Yunani raja Demetrius I.
3-4) Bajrapani, pelindung Buddha, dilukis mirip Herakles dalam kesenian Buddha-Yunani semenjak Gandhara.
5) Shukongōshin, manisfestasi Bajrapani, kerjakan Dewa pelindung di kuil-kuil Buddha Jepang.

Batara Buddha nan lain, bernama Shukongoshin, pelecok satu Dewa penaung kuil Buddha di Jepang yang mumbung berang, juga merupakan kasus menarik persneling citra Dewa ternama Yunani, Herakles ke daerah Timur Jauh sepanjang Kempang Makao. Herakles juga dipakai dalam Seni Buddha-Yunani lakukan melukiskan Bajrapani, sang pelindung Buddha, dan cerminannya yang belakang sekali dipakai di China dan Jepang bagi menggambarkan Dewa-Dewa pelindung kuil-kuil Buddha.

Patera anggur dan berpangku tangan untuk lingkaran penghias pilar berasal Nara, zaman ke-7.

Akhirnya, inspirasi artistik cukilan gaya
lung-lungan
dedaunan Yunani, mampu ditemukan secara harafiah sreg genteng-genteng atap Jepang, salah satu unsur yang lestari pada arsitektur kayu sepanjang berabad-abad. Salah satu contoh yang kilap berpunca dari ubin-tegel kuil Nara, di mana beberapa di selangnya menunjukkan gambar berpangku tangan dan patera berpangku tangan. Corak-corak ini lalu mengembang menjadi lukisan yang bertambah simbolis, sahaja setakat saat ini semenjana awet dipergunakan di jumlah gedung-gedung tradisional Jepang.

Pengaruh Kidul Seni Buddha-Yunani

Seni Mathura

Seorang Buddha, zaman ke-2, Mathura

.

Pengisahan Buddha in Mathura, di India Perdua Paksina, secara umum ditarikh bertambah masa kini daripada yang gemuk di Gandhara, meski kejadian ini lain tanpa persabungan, jumlahnya sekali lagi jauh makin sedikit. Hingga ketika itu, kesenian Buddha India bersifat anikonik, menghindari segala apa penggambaran Buddha, kecuali simbol-simbolnya seperti mandala, atau pokok kayu Boddhi, meski bilang pahatan Mathura kuna berpotongan Yaksa ditarikh sedikit lebih berasal terbit zaman purwa SM. Lebih-lebih Yaksa-Yaksa ini memperlihatkan beberapa dominasi Helenistik, kemungkinan hal ini disebabkan karena ditinggalinya Mathura maka dari itu bangsa India-Yunani semasa zaman ke-2 SM.

Bila membicarakan teori artistik lakukan pelukisan-penggambaran pertama sang Buddha, seni Yunani memberikan latar belakang yang sangat alami dan didukung dengan tradisi berabad-abad dalam menggambarkam tokoh dewa secara antromorfis, sedangkan sebaliknya “sebelumnya dalam ilmu perpatuangan India enggak sesuatu pun yang menyinggung akan beradanya pembahasan bentuk maupun gaun, dan golongan Batara-Haur Hindu tidak memasrahkan model yang layak kerjakan seorang makhluk Dewa yang bangsawan dan sepenuhnya manusiawi.”(Boardman) (aslinya dalam bahasa Inggris: “there was nothing in earlier Indian statuary to suggest such a treatment of form or dress, and the Hindu pantheon provided no adequate transendental for an aristocratic and wholly human deity” (Boardman)).

Tatahan Yunani melingkar, penghias pilar yang didukung maka itu Yaksa-Yaksa India, Amaravati, zaman ke-3 Masehi.

Seni perpatungan Mathura menunggangi besaran zarah-unsur Helenistik, seperti realisme idealistik yang umum, sejumlah ciri khas seperti rambut keriting dan lipatan-lipatan distingtif busana. Sedangkan ciri khas Mathura ialah iklim yang bertambah panas dan kelihatan dari busana yang bertambah luas dan secara bertahap makin menutupi suatu pundak daripada kedua bahu. Yang pantat sekali raut paras sekali lagi tertumbuk pandangan bertambah India.

Pengaruh seni Yunani sedang bakir dirasakan melangkahi Mathura setakat sepanjang Amaravati di pesisir timur India sama dengan kaya dilihat dari gaya
gendewa-lungan
dedaunan Yunani yang dikombinasikan dengan Dewa-Bidadari Hindu. Corak-corak enggak seperti kereta-kereta Yunani yang ditarik empat jaran juga mampu ditemukan di wilayah yang sama.

Secara kebetulan, seni Hindu berangkat mengembang berpokok zaman pertama hingga zaman ke-2 Masehi dan diilhami oleh seni Buddha Mathura. Seni ini secara berangsur-angsur menjaringkan unsur-unsur asli Hindu dan simbolisme, meski bertentangan dengan kesamarataan masyarakat dan kesahajaan seni Buddha.

Seni Gupta

Masa Gupta, zaman ke-5, Mathura.

Komandan Buddha, tahun Gupta, zaman ke-6.

Seni Mathura secara berangsur-angsur memasukkan unsur-unsur India dan mencecah puncaknya nan sangat tinggi pada masa imperium Gupta, selang zaman ke-4 dan zaman ke-6. Seni Gupta dianggap buat puncak Seni Buddha India.

Unsur-unsur Helenistik semenjana ki berjebah dilihat secara jelas n domestik kemurnian patung-reca dan lipatan-kelipat gaun, tetapi diperbaiki dengan sebuah pelukisan pakaian dengan seni pahat yang adv amat lembut dan semacam kirana yang diperkuat dengan pendayagunaan bencana batu kulansing warna merah mulai dewasa.

Detail-detail berseni merentang nampak kurang realistik, sebagai halnya mampu dilihat plong berombak rambut yang mirip kerang yang dipakai untuk menggambarkan rambut sang Buddha.

Kesenian Asia Tenggara

Norma budaya istiadat India terbukti sangat berkarisma plong kronologi norma budaya istiadat Asia Tenggara. Total negara menjumut fonem India dan adatnya, bersamaan dengan agama Hindu dan Buddha Mahayana.

Yuridiksi seni Buddha-Yunani sedang nampak pada biasanya pelukisan Buddha di Asia Tenggara, meski mereka plong galibnya cenderung beraduk dengan kesenian Hindu-India dan yang belakang sekali mengambil unsur-unsur lokal.

Dampak adat seni Buddha-Yunani

Di luar unsur-unsur gaya nan terbesar di seluruh Asia selama hampir seribu tahun, kontribusi utama seni Buddha-Yunani kepada agama Buddha merupakan realisme idealistik yang diilhami seni Yunani dan menolong menulis secara langsung dan optis, peristiwa berkah pribadi dan pencerahan nan disiarkan maka dari itu agama Buddha. Sosialisasi daripada pendekatan manusiawi agama Buddha dan keterbukaannya terhadap seluruh orang, kemungkinan luhur terjadi mendapat habuan perpaduan seni Yunani dan seni Buddha.

Lihat pula

  • Agama Hindu dan Buddha pecah A – Z
  • Seni Buddha
  • Agama Buddha-Yunani
  • Sejarah agama Buddha

Referensi

  • Richard Foltz,
    Religions of the Silk Road: Premodern Patterns of Globalization, New York: Palgrave Macmillan, 2010. ISBN 978-0-230-62125-1
  • “The Diffusion of Classical Art in Antiquity” by John Boardman (Princeton University Press, 1994) ISBN 0-691-03680-2
  • “Old World Encounters. Cross-cultural contacts and exchanges in pre-modern times” by Jerry H.Bentley (Oxford University Press, 1993) ISBN 0-19-507639-7
  • “Alexander the Great: East-West Cultural contacts from Greece to Japan” (NHK and Tokyo National Museum, 2003)
  • “The Greeks in Bactria and India” W.W. Tarn, Cambridge University Press
  • “Living Zen” by Robert Linssen (Grove Press New York, 1958) ISBN 0-8021-3136-0
  • “Echoes of Alexander the Great: Silk route portraits from Gandhara” by Marian Wenzel, with a foreword by the Dalai Lama (Eklisa Anstalt, 2000) ISBN 1-58886-014-0



edunitas.com

Seni Patung Bergaya Amarawati Berasal Dari

Source: http://p2k.unkris.ac.id/id3/3065-2962/Gaya-Buddha-Yunani_229950_p2k-unkris.html